Jumat, 21 Desember 2007

Tujuan Khalifah Umar bin Khatthab ra

Kabilah-kabilah suku Qurais telah berjuang memerangi munculnya kenabian yang berasal dari Bani Hasyim dengan berbagai cara. Mereka melakukan penyerangan terhadap Bani Hasyim bukan dipicu oleh rasa kecintaan mereka terhadap berhala, juga bukan karena kebencian mereka terhadap Islam. Akan tetapi suku Qurais tidak ingin sistem perpolitikan mereka yang dibangun atas dasar pembagian kekuasaan menjadi berubah dengan datangnya agama Islam, karena Islam selalu menghancurkan segala jenis sistem yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Suku Qurais juga tidak ingin Bani Hasyim menjadi kabilah yang paling istimewa dibandingkan dengan kabilah-kabilah yang lain. Suku Qurais memandang bahwa kenabian dan kekhalifahan merupakan sarana yang digunakan Bani Hasyim agar orang-orang menganggap Bani Hasyi sebagai kabilah yang paling istimewa diantara kabilah-kabilah Qurai yang lain.
Oleh karena itu, kabilah-kabilah Qurais melakukan boikot kepada Bani Hasyim dan melakukan makar untuk membunuh Rasulullah. Kabilah-kabilah tersebut bahu-membahu memerangi Rasulullah. Akan tetapi boikot dan makar itu menemui kegagalan. Kabilah-kabilah Qurais akhirnya menyerah dan satu-persatu memeluk Islam. Mereka sadar, kenabian dari Bani Hasyim merupakan takdir yang tak dapat dielakkan keberadaannya, dan tak satupun yang dapat membatasi dan mencegahnya. Kenabian lalu diakui sebagai hak yang benar-benar hanya untuk Bani Hasyim, dan tak satu kabilahpun yang boleh ikut serta mengambil bagiannya dari kenabian ini.
Sebagai tindak lanjut dari keenabian ini, Nabi menyiapkan kekhalifahan untuk Ali sebagai penggantinya berikut keturunan Ali setelah ia wafat. Ali dan keturunannya yang pilihan adalah orang-orang yang afdhal(utama), dan paling mengerti hakikat Islam ketimbang individu yang lain. Allah juga memandang mereka sebagai orang-orang yang paling tepat memimpin umat Islam dan dapat diterima oleh umat.
Ikrar tak tertulis
Kabilah-kabilah suku Qurais satu persatu memeluk Islam, akan tetapi Islam memperhitungkan keadaan mereka sebelumnya. Mempersatukan suku Qurais dibawah naungan Islam merupakan maslahat dan sesuai syariat, karena akan memperluas dan menebarkan agama Islam diseluruh pelosok negeri. Menurut para pemuka kabilah Qurais, hal itu tidak akan dapat dicapai jika tidak melakukan dua hal;
Pertama, mengikhlaskan kenabian hanya untuk Bani Hasyim dimana tak satu kabilahpun yang dapat ikut ambil bagian dalam kenabian tersebut.
Kedua, menjadikan kekhilafahan untuk kabilah-kabilah Qurais yang lain dimana Bani Hasyim sama sekali tidak diperbolehkan ikut serta didalamnya. Tak jadi soal apabila kekhalifahan ini digilir untuk kabilah-kabilah selain Bani Hasyim, seperti kaum Anshar dan para budak, karena menurut mereka, keikutsertaan kabilah lain selain Bani Hasyim dapat menghilangkan kesan bahwa hanya Bani Hasyimlah yang paling istimewa. Hal ini mereka lakukan agar ungkapan "Tidak patut bagi Bani Hasyim menjadi Nabi dan Khalifah sekaligus" benar-benar tercapai. Akhirnya, ungkapan itu menjadi semacam keyakinan yang terpatri pada jiwa setiap kaum muslim.
Secara ijma` suku Qurais dapat menerima bahwa kenabian berasal dari Bani Hasyim, karena dianggap sebagai takdir yang tak dapat dicegah keberadaannya. Namun suku Qurais juga ingin meneruskan sistem politik warisan leluhurnya, sehingga mereka menempuh langkah memisahkan kenabian dan kekhalifahan dari Bani Hasyim. Tetapi, cita-cita mereka ini menemui jalan buntu selama Rasulullah masih hidup. Karena itu, mereka menanti saat tepat pada detik-detik akhir hayat Rasulullah.
Janji Umar bin Khatthab ra
Kenyataan yang buruk terjadi pada umat Islam manakala Umar bin Khatthab ra, ternyata bersepakat dengan keinginan orang-orang Qurais yang berbunyi: "Tidak patut kenabian dan kekhalifahan bersatu pada diri orang-orang Bani Hasyim". Jika demikian adanya, berarti Umar menyepakati keyakinan yang terpatri dalam jiwa bangsa Qurais. Hal itu tidak akan terwujud sebelum Rasulullah wafat.
Secara canggih, Umar menggunakan kedok syariat, yakni membungkus maksudnya dengan ungkapan-ungkapan kebenaran, yang sepintas bisa diterima. Maksud sebenarnya adalah untuk mencegah bersatuya kenabian dan kekhalifahan pada Bani Hasyim. Oleh karena itu, dari kacamata politik, yang sebenarnya bertarung adalah keinginan untuk kembali menerapkan sistem sosial politik jahiliyah disatu pihak melawan keinginan untuk mempertahankan dan meneruskan sistem sosial politik Islam yang masih berupa bayi dalam timangan Rasulullah.
Yaitu sistem politik dibawa masyarakat Qurais berdiri atas dasar pemerataan kekuasaan bagi setiap kabilah Qurais. Dilain pihak, khalifah yang dijagokan Rasulullah, Ali bin Abi Thalib, memiliki cacat dimata kabilah-kabilah Qurais. Ali lah yang membunuh pemuka-pemuka musrikin Qurais. Tak ada satu kabilah pun melainkan ada darah yang pernah ditumpahkan oleh Ali. Dialah pembunuh para pemimpin Bani Umayyah diperang Badar dan pembunuh Hanzalah bin Abi Sufyan, Al-Ash bin Hisyam bin Mughirah. Hisyam inilah pemimpin pamanya Amirul mukminin Ali.
Ali adalah juga pejuang gigih yang selalu melindungi Rasulullah dari serangan kafir Arab dengan pedang dan panahnya. Bagaimana mungkin Abu Sufyan meridhai orang yang membunuh anak dan paman-pamannya ini? Bagaimana pula Hindun dan putranya yang bernama Mu`awiyah dapat menerima kepemimpinan orang yang membunuh keluarga dan orang-orang yang dicintainya? Umar mungkin dapat menerima pembunuh pamannya karena keimanan yang telah tertanam pada dirinya. Akan tetapi bagi yang lain, sungguh mustahil untuk menerima kenyataan pahit itu.
Rasulullah tidak pernah menyakiti karena ia tidak pernah membunuh orang dengan kedua tanganya. Yang menjadi tangan kanan dan pedang beliau adalah Ali yang dicatat sejarah sebagai orang yang terbanyak mengucurkan darah kaum musrikin Qurais. Dari sini, menjadi wajar apabila bangsa Qurais begitu membenci Ali bin Abi Thalib. Kebencian itu begitu kuat sehingga tetap terselimuti selama Rasulullah masih hidup.
Sistem politik yang dianut bangsa Qurais itu begitu kuat tertanam dalam jiwa mereka, sehingga kalaupun mereka menerima apa yang ditetapkan oleh Rasulullah akan memimpin Ali, niscaya bangsa Qurais akan bersatu dibawah pimpinannya bahkan mereka akan saling berselisih dan bermusuhan. Keadaa semacam itulah yang membuat persoalanmasa depan umat menjadi mengkhawatirkan. Tidak urung akan timbul fitnah dan perselisihan diantara kaum muslimin sendiri. Mungkin, penafsiran seperti inilah yang membuat Umar mendukung perjuangan bangsa Qurais, dan bersama-sama bersepakat untuk mewujudkan cita-cita leluhur mereka, "Tidak patut kenabian dan kekhalifahan bersatu hanya milik Bani Hasyim."
Ali sendirian melawan kaum Qurais
Bangsa Qurais bersatu padu dalam satu ikatan dibawah syiar yang berbunyi "Tidak patut kekhalifahan dan kenabian bersatu hanya bagi Bani Hasyim." Kabilah-kabilah suku Qurais, tanpa terkecuali semuanya menyepakati syiar ini. Untuk melawan kenabian yang berasal dari Bani Hasyim, semua kabilah suku Qurais ikut andil dalam pemboikotan terhadap Bani Hasyim selama kurun waktu tiga tahun. Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah kenabian dari Bani Hasyim, tetapi usaha ini sia-sia, dan pemboikotan yang mereka lakukan gagal. Sehingga setiap kabilah suku Qurais melanjutkan dengan makar mereka untuk membunuh Rasulullah. Mereka mengaplikasikan makar mereka ini dengan cara menunjuk dari setiap kabilah seorang pemuda untuk menjadi algojo. Akan tetapi makar mereka ini gagal, dan Rasulullah pun akhirnya selamat. Akhirnya mereka bersatu untuk membuat pasukan demi memerangi Bani Hasyim, tetapi langkah inipun gagal dan akhirnya mereka masuk dalam naungan Islam dan takluk pada kepemimpinan Muhammad saw. Dan, karena itu, mereka menyadari bahwa kenabian dari Bani Hasyim merupakan takdir yang tak dapat disangkal. Mereka mengikhlaskan kenabian itu kepada orang dari Bani Hasyim.
Namun tekad untuk tetap menjadi yang berkuasa tetap tidak luntur. Mereka kemudian mengpayakan berbagai hal agar kekhalifahan dan kenabian tidak terkumpul hanya pada orang Bani Haasyim. Maka mereka bertindak seperti halnya tindakan mereka terhadap Rasulullah saw. Tujuan mereka hanya satu, yaitu: Kekhalifahan jangan lagi jatuh ketangan orang Bani Hasyim. Selama Nabi berkuasa, mereka memendam cita-cita sambil terus mencari celah sambil terus mengenakan jubah identitas keislamannya.
Rencana kaum Qurais menghancurkan Bani Hasyim
Kaum Qurais menyadari bahwa Rasulullah sendiri pasti akan meninggal karena sakit yang diderita beliau. Rasulullah sendiri telah memberitahukan hal ini kepada mereka, dan mereka mempercayainya. Mereka menyadari bahwa membiarkan kondisi berjalan normal tanpa riak aksi, akan memuluskan kemenangan bagi Ali dalam kekhalifahan. Jika Ali menjadi khalifah, maka bahaya akan mengancam mereka; kekhalifahan dan kenabian berkumpul dalam rumah Bani Hasyim. Hal inilah yang membuat mereka tidak mempunyai pialihan lain, selain bergerak secara diam-diam demi mencegah bahaya yang akan mengancam tersebut.
Begitu pula yang terjadi dalam tubuh Bani Hasyim, khususnya Ali. Merekapun sibuk dngan luka yang mengancam dan dapat menghancurkan mereka. Mereka sadar bahwa Rasulullah akan meninggal karena sakit yang diderita. Rasa sakit beliau terasa perih didada Ali dan Ahlulbait. Bukan hanya karena saudara kandung atau adanya pertalian darah, tetapi karena Bani Hasyim adalah para pengikut setia Rasulullah. Tak ada saudara yang seagung Muhammad saw, yang menjadi tuan dan panutan bagi Bani Hasyim. Seluruh kerabat bergantung kepada beliau. Tka ada putra paman yang mempunyai keistimewaan seperti beliau dan tak ada orang yang dicintai melebihi beliau.
Rencana yang telah dipersiapkan
Timbulkah dalam benak kita pertanyaan-pertanyaan seperti; Bagaimana Umar dapat mengetahui bahwa Rasulullah hendak menuliskan wasiat pada hari, sehingga ia datang ketempat Rasulullah? Siapa yang memberitahukannya? Dan bagaimana golongan orang-orang yang menjadi pengikut Umar ini tahu? Yang ketika mendengar Rasulullah bersabda, "Mari, aku tuliskan kepada kalian sebuah tulisan yang kalian tidak akan sesat selamanya," dan mendengar Ibnu Khatthab menjawab sabda Rasulullah itu dengan berkata, "Bahwasanya Rasulullah tengah sakit parah, cukuplah bagi kita kitabullah ini," mereka menjawab, "Benar apa yang dikatakan Umar" dan mereka lantas berkata, "Rasulullah telah meracau, mengertilah bahwa beliau juga akan pergi seperti halnya orang-orang terdahulu dan sebagaimana kita ketahi bahwa setiap orang pasti akan mati?"
Apa yang dikatakan Rasulullah tidak mungkin dapat dijawab dengan seketika secara tepat. Jawaban yang dilontarkan Umar pun tak mungkin timbul secara spontan dan cepat. Pernyataan Umar yang mendatangkan konflik dan beragam pandangan ini secara logis lebih disebabkan karena ada satu keyakinan mereka terhadap isi kandungan al-Qur`an bahwa Rasulullah pasti akan menulis tulisan yang berisi seperti apa yang beliau akan tuliskan. Selain itu, ada pula semacam kesepakatan sebelumnya diantara mereka untuk mengalihkan perhatian dari Rasulullah dan apa yang akan beliau tulis. Sehingga walaupun mereka harus menghadapi Rasulullah, mereka dapat menghadapinya secaralogis, apa yang mereka katakan bahwa Rasulullah pasti akan meracau, juga menggambarkan bahwa ada kesepakatan diantara golongan mereka dalam menghadapi Rasulullah. Adapun pertanyaan apakah kesepakatan ini terjadi secara tidak sengaja atau memang telah direncanakan? Yang pasti, karena kejadian inilah kandungan syariat Islam menjadi rapuh.
Tragedi sakitnya Rasulullah
Dampak peertama dari rencana orang-orang Qurais adalah bahwasanya mereka dapat memutuskan keterkaitan antara Rasulullah dan apa yang hendak beliau tulis. Umar sebagai orang yang paling kuat pada golongan ini berkata kepada orang-orang yang hadir, "Sesungguhnya Rasulullah tengah mengalami sakit parah, cukuplah bagi kita berpegang teguh pada kitabullah." Artinya Umar bermaksud mengatakan, "Kita tidak memerlukan apa yang ditulis oleh Rasulullah." Perkataan ini jugalah yang membuat pengikut golongan ini berani berkata, "Rasulullah telah meracau, mengertilah bahwa beliau meracau."
Kesimpulannya, dampak pertama yang timbul dari rencana makar ini adalah terjadinya keterputusan antara Rasulullah dengan apa yang akan beliau katakan.Tidak diperdebatkan lagi bahwa Rasulullah sebenarnya akan menulis "Janganlah kalian lupa, sesungguhnya khalifah setelahku adalah Ali." Perkataan ini dapat mengancam golongan pembuat makar dan dapat memenjara misi mereka, sehingga memaksa mereka untuk menetapkan makar. Rasulullah sadar, seandainya mereka menjalankan makar itu pada waktu lain, niscaya agama Islam akan terancam. Maka Nabi lebih memilih tidak melanjutkan tulisan beliau dalam rangka untuk menjaga yang lebih penting, yaitu agama, dari hal yang juga penting yaitu kekhalifahan Ali. Sehingga beliau berkata kepada mereka, "Tinggalkanlah aku, apa yang ada padaku lebih baik dari apa yang kalian serukan kepadaku." Mereka memandang bahwa mereka telah menang dan telah memetik hasil. Juga mereka berkeyakinan bahwa penghalang terbesar dalam usaha mencapai tujuan telah dapat disingkirkan.
Strategi dalam mengalahkan Ali
Bangsa Qurais akan merasa tenang bila mereka dapat menemukan inti dari seluruh kekalahan mereka. Kunci rasa aman yang akan mereka dapati berada ditangan kaum Anshar. Apabila bangsa Qurais dapat merangkul pemuka-pemuka kaum Anshar, maka mereka akan memperoleh kemenangan gemilang dan selanjutnya adapat mewujudkan cita-cita leluhur mereka, yaitu mencegah orang-orang Bani Hasyim mendapatkan kekhalifahan dan kenabian sekaligus, dengan tindakan konkret mencegah Ali dari kursi kekhalifahan.
Jika kekhalifahan berada berada ditangan Ali, maka ia akan mencalonkan Hasan sebagai penggantinya, karena Hasan merupakan imam yang memenuhi semua syarat dan diakui oleh Allah dan Rasul-Nya. Ia juga memiliki posisi khusus sebagai putra dari putri Rasulullah sehingga untuk melawan posisinya harus bersusah payah terlebih dahulu. Setelah itu, jika Hasan memegang kekhalifahan, maka ia akan mencalonkan Husain sebagai pemimpin setelahnya. Kalau Husain telah memimpin, maka tak akan satupun dapat meninggalkannya. Demikianlah seterusnya, kekuasaan akan turun temurun ketangan putra-putri Rasulullah yang merupakan golongan Bani Hasyim, sehingga Bani Hasyim akan menguasai kenabian dan kekhalifahan sekaligus, dan kemenangan menjadi mutlak berada ditangan Bani Hasyim.
Untuk mencegah hal demikian, dibuatlah kunci pembuka untuk menghapuskan opini yang mengatakan bahwa peluang menjadi wali sudah tertutup. Secara lebih rinci poin-poin yang dimaksud adalah:
Pertama, Sang penolong yang paling menentukan secara nyata adalah kaum Anshar. Jika kaum Anshar mendukung Ali, maka kekalahan akan menimpa bangsa Qurais, dan kekhalifahan serta kenabian akan murni hanya menjadi milik Bani Hasyim. Akan tetapi jika kaum Anshar berjuang bersama kaum Qurais dan mendukung tujuan mereka, maka kekalahan akan menimpa Bani Hasyim dan Ali. Oleh karena itu merupakan suatu keberhasilan jika kaum Anshar dapat mereka kuasai, sehingga mereka tidak mendukung Ali. Cita-citapun menjadi lebih mungkin untuk diwujudkan.
Kedua, adalah dengan cara menghapuskan kesamaan peluang, karena jika Ali beraa dalam posisi yang sama dengan seseorang dari suku Qurais dalam satu peluang yang sama, maka Ali akan mengalahkannya, sehingga Bani Hasyim akan menguasai kaum Qurais beserta para pemimpin mereka. Yang terpenting dilakukan pada kondisi seperti ini adalah memilih salah seorang suku Qurais, untuk bersaing dengan Ali tanpa mengatasnamakan individu, akan tetapi mengatasnamakan orang banyak, mengatasnamakan kaum Muhajirin, dan mayoritas umat Islam. Jika pemimpin Qurais melakukan cara seperti ini, memunginkan mereka untuk mengalahkan Ali.
Bergerak dengan cepat, yaitu dengan mengadakan pertemuan yang membicarakan tentang kekhalifahan, ketika keturunan-keturunan Rasulullah tengah sibuk menguburkan Rasulullah, agar mereka tidak mengetahui pertemuan itu, sehingga penobatan khlifah dapat diselesaikan tanpa kehadiran mereka semua. Bila ini terlaksana, reaksi Ahlulbait jadi terlambat. Dan Jika Ahlulbait menolak, berarti telah melawan daulah yang sah, me;awan pemimpin daulah, wakil, dan para tentara daulah tersebut, yakni para pengikut khalifah dan orang-orang yang turut serta membaitnya.
Pertemuan Saqifah
Nabi saw wafat, matahari yang menerangi bumi dengan cahayanya seolah hilang. Berita wafatnya Rasulullah tersebar kepada umat Islam, penduduk kota lalu bergegas dan berkumpul dirumah Rasulullah. Mereka semua mengelilingi rumah Rasulullah, mereka menangisi kepergian Nabi, wali dan pemimpin agung mereka.
Sementara anggota keluarga beliau, dibawah pimpinan Ali semuanya mengelilingi orang yang paling mereka cintai itu. Mereka masing-masing sibuk mempersiapkan segala keperluan untuk kepentingan pemakaman suci Rasulullah. Pada saat itu juga, ditempat yang lain terdapat pertemuan disuatu tempat yang bernama Saqifah Bani Sa`idah.
Mengapa pertemuan Saqifah diadakan pada saat Rasulullah wafat? Siapa yang berinisiatif mengadakan pertemuan itu? Bagaimana mungkin pertemuan ini diadakan pada waktu Rasulullah wafat? Kapan mulai muncul inisiatif mengadakan pertemuan ini? Siapa saja yang hadir pada pertemuan ini dari kaum Anshar? Saqifah tentu tidak memadai untuk semua kaum Anshar, maka secara logika, apakah memang sebagian besar dari mereka berada dikediaman Rasulullah, ataukah mungkin berada disekitar rumah beliau? Apakah mungkin jika mereka semua tidak hadir dirumah Rasulullah secara serentak ? Siapa saja yang mulai datang kepertemuan ini? Memerlukan berapa lama pertemuan inii berlangsung? Mengapa tak satupun dari kaum Muhajirin yang mengetahui pertemuan ini kecuali Umar? Siapa yang memberitahukan pertemuan ini kepada Umar?
Ketika itu Umar tidak berada dirumah Rasulullah, maupun disekitar rumah beliau bersama orang-orang yang mengelilingi rumah beliau. Umar ketika itu berada disuatu tempat, dan ia mengetahui bahwa Abu Bakar pasti berada dirumah Rasulullah. Kemudian Umar menemuinya, dan berkata kepadanya, "Mari ikut denganku!" Kemudian Abu Bakar menjawab, "Aku sedang sibuk." Lalu Umar kembali berkata, "Telah terjadi sesuatu disuatu tempat yang harus kita datangi." Kemudian Abu Bakar pergi bersama Umar.
Abu bakar mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui bahwa kaum Anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa`idah, mereka menghendaki agar Sa`ad bin Ubadah menjadi wali mereka sebagai pengganti Rasulullah saw. Ada perkataan salah seorang pemimpin dari mereka yang mengatakan, "Dari kita sebaiknya ada seorang pemimpin, begitu pula bagi suku Qurais juga ada seorang pemimpin." Merekapun bergegas mendatangi pertemuan itu, ditengah jalan mereka bertemu dengan Abu Ubaidah bin Jarrah. Mereka bertiga pun akhirnya pergi.
Ath-Thabari berkaa, "Bahwasanya orang yang pertama kali mendengar lkabar tentang pertemuan orang-orang dari kaum Anshar adalah Umar." Dalam riwayat lain, "Ada seseorang yang membawa kabar kepada Abu Bakar tentang petemuan itu." Dalam riwayat Ibnu Hisyam, "Datang seorang memberitahukan perihal pertemuan itu kepada Au Bakar dan Umar." Adapun mengenai siapa yang memberitahukan pertemuan ini, tak satupun yang mengetahuinya, karena nama orang ini hilang dan tidak diketahui.
Dua Orang dari golongan Anshar
Ketika ketiga orang itu berjalan menuju Saqifah, mereka bertemu dengan Uwaim bin Sa`adah al-Anshari dari Mu`in bin Adi.Mereka adalah orang Anshar yang paling baik.Dalam riwayat ath-Thabari disebutkan, Mereka bertemu dengan Ashim bin Adi dan Uwaim bin Sa`adah, mereka berdua adalah sahabat yang ikut serta pada perang Badar. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kedua orang tersebut berkata kepada mereka, "Kembalilah dan selesaikan segala persoalan yang ada diantara kalian." Pada riwayat yang lain disebutkan, "Kembalilah, karena ditempat itu tidak ada sesuatu yang kalian inginkan."
Yang harus kita cermati dari kejadian ini adalah, mereka berdua adalah dari golongan Anshar dan ikut serta pada pertemuan Saqifah ini. Keduanyapun sama sekali tidak pergi ketempat pertemuan itu, padahal mereka tahu betul bahwa di Saqifah ada suatu pertemuan.Arah kedua orang tersebut berlainan arah dengan ketiga orang dari kaum Muhajirin. Kemudian berlangsung obrolan antara kedua orang itu dengan ketiga orang dari kaum Muhajirin, setelah itu masing-masing dari merekapun akhirnya meneruskan perjalanan masing-masing secara berlainan arah. Hal ini dapat diketahui, karena tak satupun riwayat yang menjelaskan bahwa kelima orang orang tersebut berjalan menuju tempat pertemuan Saqifah. Kesimpulan obrolan mereka adalah, bahwa kedua orang tersebu berkata kepada ketiga orang dari kaum Muhajirin, "Kembalilah, dan selesaikanlah persoalan yang ada pada kalian." Artinya, persoalan yang mereka hadapi sama sekali tidak ada hubungannya dengan kaum Anshar. Ada juga yang meriwayatkan bahwa isi perkataan kedua orang tersebut adalah, "Ditempat itu tak ada sesuatu yang kalian inginkan." Artinya kaum Anshar tidak akan menjadi wali bagi kaum Muhajirin. Nah, riwayat manakah yang dapat dipercaya?
Keadilan Sahabat, sketsa politik Islam awal(Nazhariyyah `Adalah ash-Shahabah)-Ahmad Husain Ya`qub- hal 316-327
Penerbit Al-Huda
P.O.BOX: 7335JKSPM 12073
Email: info@ic-jakarta.com
icj12@alhuda.or.id
website: http//www.ic-jakarta.com

Tidak ada komentar: