Wahai saudaraku! Pergunakanlah waktu munajat dengan mudah dan sesuai kemampuanmu. Tunaikanlah adab-adab kalbunya. Berikanlah pada hatimu pemahaman, bahwa sarana untuk mencapai kehidupan ukhrawi yang abadi dan sumber segala keutamaan jiwa serta modal bagi semua kemuliaan yang tidak terbatas, adalah berhubungan, bersenang-senang dan bermunajat dengan al-Haqq, khususnya pada waktu shalat. Karena shalat merupakan racikan ruhani yang telah dihidangkan oleh kedua tangan keindahan dan keagungan al-Haqq. Demikian pula, shalat adalah ibadah yang paling menyeluruh dan lengkap diantara ibadah-ibadah yang lainnya.
Jagalah waktu-waktu shalat sesuai kadar kemampuanmu. Carilah waktu-waktu yang utama, karena didalamnya terdapat cahaya yang tidak ditemukan pada waktu-waktu selainnya. Kurangi dalam waktu-waktu shalat, segala perkara yang menyibukkan hati, bahkan putuskan semuanya itu. Hal ini akan tercapai dengan cara membagi dan memilah-milah waktum, serta menyisakannya secara khusus untuk shalat, yang akan menjamin kehidupan abadi. Yaitu waktu yang tidak diisi dengan kesibukan lain, dan pada saat hati tidak terkait dengan selainnya.
Janganlah engkau jadikan shalat mengganggu urusan-urusanmu lainnya, agar engkau dapat menenangkan dan menghadirkan hati engkau. Sekarang, kami sebutkan beberapa hadis yang menerangkan keadaan orang-orang suci sesuai dengan tuntutan maqam ini. Barangkali dengan merenungkan keadaan mereka yang mulia, peringatan ini menjadi lengkap dan engkau akan memahami keagungan waktu shalat dan pentingnya kedudukan ini, sehingga engkau bangkit tersadar dari kelengahan.
Salah seorang istri nabi saw, berkata, "Biasanya Rasulullah saw bercakap-cakap dengan kami dan kamipun berbincang-bincang dengan beliau. Tetapi jika tiba waktu shalat, seakan-akan beliau tidak mengenal kami dan kamipun tidak mengenalnya lagi, karena menyibukkan diri dengan Allah dan melupakan segala sesuatu selainnya."
Diriwayatkan, bahwasanya Imam Ali as, jika waktu shalat tiba, beliau terlihat gelisah dan wajahnya pucat pasi. Lalu ditanyakan kepada beliau, "Apa gerangan yang terjadi, wahai Amir al-Mukminin?" Seraya menjawab, "Telah tiba waktu shalat, saat Allah menyerahkan amanat kepada langit, bumi dan gunung. Lalu mereka enggan menerimanya, dan khawatir darinya."
Sayyid Ibn Thawus didalam kitab Falan as-Sail mengatakan bahwasanya Imam al-Husain as, jika berwudhu, kulitnya berubah dan seluruh sendinya gemetar. Lalu beliau ditanya tentang sebabnya. Seraya beliau menjawab, "Pantas bagi orang yang berdiri dihadapan Pemilik `Arsy untuk berubah kulitnya, memucat wajahnya dan gemetar seluruh sendinya." Hal senada diriwayatkan pula dari Imam al-Hasan as.
Diriwayatkan, bahwasanya Imam Ali bin Husain Zainal Abidin as, jika tiba waktu berwudhu, kulitnya memucat. Lalu ditanyakan padanya tentang apa gerangan yang menimpa beliau ketika berwudhu? Beliau menjawab, "Kalian tidak tahu dihadapan Siapa aku ini berdiri?"
Demikan juga kita, jika kita mau sedikit berpikir dan memahamkan hati kita yang tertutup, bahwa waktu shalat adalah saat-saat hadir diharibaan Suci dan dihadapan Hazrat yang agung, dan bahwasanya al-Haqq Ta`ala, Sang Penguasa yang Mahaagung, pada saat-saat tersebut memanggil hamba-Nya yang lemah, yang tidak ada apa-apanya, untuk bermunajat dengan-Nya dan mengijinkannya masuk ketempat kehormatan, agar dia mendapatkan kebahagiaan abadi dan kesenangan kekal. Akan tetapi kita senang dan gembira dengan masuknya waktu shalat, sebatas pemikiran kita saja. Jika hati merasakan keagungan dan ketinggian shala, niscaya akan timbul rasa takut didalamnya sekadar pemahamannya atas keagungan shalat.
Hati para wali itu berbeda-beda. Keadaan mereka tidak sama, sesuai dengan tajalli-tajalli luthfiyyah(penampakan kelembutan/cinta) dan tajalli-tajalli qahriyyah(penampakan keperkasaan), dan sesuai dengan perasaan akan keagungan dan rahmat. Terkadang, kerinduan dan perasaan ingin berjumpa dengan rahmat dan keindahan, menyebabkan mereka merasa senang dan gembira. Mereka berkata, "Hiburlah kami, wahai Bilal." Kadangkala semua tajalli keagungan, kekuatan dan kemahakuasaan menyebabkan mereka pingsan dan tubuh mereka gemetar.
Ringkasnya, wahai orang yang lemah. Sesungguhnya adab-adab kalbu dalam waktu-waktu shalat, adalah hendaknya engkau menyiapakan dirimu untuk berjumpa dengan Hazrat Pemilik dunia dan akhirat, dan berbicara dengan al-Haqq Jalla wa `Ala. Pandanglah dengan mata kalian yang satu akan kelemahan, kemiskinan dan kehinaanmu; serta tataplah akan keagungan, kebesaran dan keperkasaan Zat yang suci, karena para nabi, rasul dan malaikat muqarrabin pingsan karena menyaksikan kebesaran Allah. Mereka mengakui kelemahan, kemiskinan dan kehinaan mereka. Jka engkau memandang dengan pandangan ini dan memahamkan hatimu, niscaya hatimu akan merasa takut dan memandang diri dan seluruh ibadahmu tidak ada apa-apanya.
Demikian pula, tataplah dengan mata yang satunya lagi akan keluasan rahmat-Nya, kesempurnaan belas kasih-Nya dan keluasan rahmaniyah-Nya. Lantaran Dia telah mengizinkan hamba yang lemah untuk memasuki haribaan-Nya yang suci, padahal ia telah tercemari dosa-dosa dan sangat lemah. Dia telah mengundangnya kemajelis uns-Nya dengan berbagai penghormatan, berupa menurunkan malaikat, kitab-kitab samawi dan mengutus nabi dan rasul. Padahal, ia tidak mempunyai kesiapan atau membayangkan adanya manfaat dalam undangan-Nya itu.
Jika hati bertawajjuh kepadanya, maka akan muncul uns dan harapan. Oleh karenanya, siapkanlah dirimu untuk hadir dengan kedua kakimu, dngan hati yang patah, hina, dan lemah. Janganlah engkau beranggapan, bahwa dirimu pantas beribadah dan ber`ubudiyah. Namun anggaplah, bahwamasuknya engkau dalam ibadah dan ubudiyyah, hanyalah karena limpahan rahmat dan kebesaran luthf-Nya9(cinta) semata. Karena jika engkau menjadikan kerendahanmu dihadapan Zat al-Haqq dengan ruh dan hatimu, serta engkau yakin bahwa diri dan ibadahmu seperti tidak ada apa-apanya, maka al-Haqq Ta`ala akan menganugerahi, mengangkat dan memberi padamu pakaian kehormatan-Nya.
Mi`raj Ruhani (II) karya al-Imam Ali Khomeini al-Musawi ra.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar