Sabtu, 29 Desember 2007

Mimpi Sebelum Tidur

Dahulu aku suka membaca buku-buku agama, hadis, tafsir maupun tanya jawab seputar agama juga sejarah Nabi besar, Muhammad saw. Yang tersedia waktu itu adalah Nailul Authar(1-6 jilid) dan kumpulan hadis dhaif dan palsu, karya Ibnu Taymiyah, Tafsir terjemahan dari Bahreysi bersaudara, tanya jawab karya A. Hasan dari Bandung, majalah Panjimas(Panji Masyarakat), Hayat Muhammad karya Dr. Haekal, dan beberapa buku lain. Cuma aku banyak yang tidak hapal dari buku-buku tersebut, maklum copyannya kurang tinta, hehehehe.
Naah, sebelum tidur aku selalu berkhayal tentang bacaan yang telah aku baca, dari masalah fiqih sampai pergulatan politik islam awal sepeninggal Nabi saw. Aku berandai-andai, aku mencoba mengerti dan aku mencoba bertanya, serta aku mencoba mencari setiap yang mengusik hatiku, namun semua itu tiada pernah terjawab dan terpuaskan. Yang ada adalah kebangganku kepada apa yang telah kuketahui, aku bangga membaca buku-buku tersebut, aku memiliki gairah yang meletup-letup utuk memaksakan apa yang aku pahami dan kuketahui kepada setiap orang yang kukenal dan apalagi yang dekat dengan diriku, tanpa sadar atau mungkin aku menyadarinya, aku menjadi orang yang berdakwah, padahal ilmu baru setitik hitam yang untuk mengetahuinya harus memakai kaca pembesar, itupun bila dikategorikan berilmu.....!
Aku sering berhenti ketika otakku telah sampai pada masalah penerus Nabi saw, aku menjadi bingung;
Mengapa Ali yang begitu besar jasanya terhadap Islam tidak menjadi Khalifah?
Sebenarnya apa tolok ukur untuk menjadi Khalifah?
Apakah kekhalifahan itu tidak diatur atau dimuat didalam Qur`an?
Mengapa Nabi tidak memilih atau menentukan pengganti dirinya bila telah tahu bahwa dirinyapun akan wafat?
Apakah Nabi tidak mengetahui bila kekosongan kekuasaan itu memiliki dampak negatif?
Bukankah beliau saw sebagai pakar politik teratas?
Aku dahulu berfikir betapa bijaksananya khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, karena dirinya telah menetapkan pengganti dirinya adalah Umar bin Khatthab. Bagaimana dengan Nabi saw, mengapa tidak sebijak khalifahnya?
Ketika aku berfikir kembali, dari mana Abu Bakar ra, ini berani menetapkan Umar sebagai pngganti dirinya?
Mengapa penggantian dirinya tidak seperti sebagaimana dirinya terpilih menduduki kekhalifahan?.........itu kalau benar bahwa Nabi menyerahkan masalah kekhaklifahan kepada umat?
Yang sangat menakjubkan adalah kebijakan khalifah Umar ra, dibentuknya dewan sura, yang beranggotakan calon terpilih dan pemilih 6 orang, beliau sungguh sangat cermat dan teliti dan telah menduga secara pasti bila penggantinya adalah Utsman bin Affan ra. Dan yang sangat aku takjubkan adalah ketetapannya; "Kepung ruangan ini, jangan ada yang meninggalkan ruangan ini, bila memaksa bunuh dia, sebelum ada kata putusan siapa yang terpilih sebagai penggantiku! Dan bila dalam sehari mereka tidak juga ada keputusan, bunuh mereka semua!"
Adakah orang yang secermat dan sebijak khalifah Umar ra?
Inilah kebijakan yang akhirnya mengilhami suatu sistem yang dipakai oleh negara demokatis, yakni parlementer. Adakah hal ini dari Nabi saw?
Mengapa bila khalifah Umar ra, telah tau bahwa penggantinya adalah Utsman ra, membentuk dewan sura?
Mengapa dirinya tidak mengikuti jejak khalifah sebelum dirinya?
Atau dirinya tidak mengikuti cara ketika khalifah pertama terpilih?
Mengapa membentuk dewan sura sedangkan umat masih ada dan terorganisir?
Untuk khalifah Utsmanra, aku sendiri bingung apa yang aku petik dari kepemimpinannya?
Keluarganya menduduki jabatan penting dipemerintahannya, sedangkan nepotis menimbulkan gejolak politik yang menghancurkan negara tercinta ini. Apakah aku akan membanggakannya dilubuk hatiku?
Ali bin Abi Thalib, dia akhirnya terpaksa untuk menduduki kekhalifahan, karena hampir pendemo khalifah Utsman ra, memaksanya untuk menjadikan dirinya sebagai khalifah selanjutnya. Diplomasinya terpental dihadapan Mu`awiyah, seluruh argumennya untuk memaksa Mu`awiyah mengakui kekhalifahannya kandas, Mu`awiyah tetap menolak dan bahkan mendirikan pemerintahan mandiri.
Mengapa pemilihan dari umat tiada pernah terwujud?
Benarkah Nabi saw menyerahkan hal ini pada umatnya?
Kapankah pemilihan khalifah itu terlaksana, bila benar itu mandat dari Nabi saw?
Bagaimana keputusan para khalifiyun yang telah menjalankan kebijakannya?
Apakah mereka mengikuti perintah nabinya?
Adakah yang berani memikirnya?
Kenapa?
Apakah islam yang katanya menjunjung tinggi kebebasan berpendapat mengecualikan dalam masalah ini?
Haruskah pengecualian ini?
Mengapa perpolitikan agama yang dahsyat ini tidak menemukan jati dirinya?
Mengapa harus berubah-rubah perpolitikannya?
Apakah memang tidak memiliki sistem baku padanya?
Untuk apa kitab yang katanya agung dan lengkap itu diagungkan bila tidak menegaskan dan menetapkan masalah yang begitu menguasai hajat dan bentuk suatu komunitas?
Apakah hal ini masalah remeh atau kecil?

Tidak ada komentar: