Kamis, 28 Februari 2008

Syafaat Takwiniyyah II

Berdasar itu, maka ayat ini keluar dari maksud syafaat sebagaimana yang terdapat dalam peristilahan para ilmu kalam. Pada bagian awalnya ayat tersebut membicarakan penciptaan langit dan bumi, serta menentukan batasan penciptaan dan perwujudannya dalam enam masa. Kemudian ayat tersebut membicarakan keluasan kudrat Allahatas segala sesuatu yang yang diciptakan-Nya, dan bahwasanya Dia bersemayam diatas arsy kemahakuasaan guna mengatur alam semesta. Sampai disini, akan terlintas pada pikiran pembaca, bahwa sepanjang Allah itu adalah Pengatur dan Penentu, lalu bagaimana keadaan segala sesuatu yang diatur dan ditentukan-Nya, yang selama ini dilihat oleh manusia dalam kehidupannya? Sebagai jawaban atas pertanyaan ini, al-Quran mengemukakan jawaban yang diberikan oleh Allah yang berbunyi;
"Tidak ada seorang pun yang bisa memberikan syafaat kecuali dengan izin-Nya." (QS. Yunus(10); 3)
Sebagai penjelasan bahwa segala pengaruh dan pengaturan yang memiliki oleh sesuatu sebab, hanya terjadi melalui izin dan kehendak-Nya, sebab tersebut tidak akan memilikisifat sebagai penyebab. Petunjuk-petunjuk seperti ini mengharuskan kita memberlakukan ayat terseut pada segala sebab dan sebab ang berlaku dialam semesta, lalu menafsirkannya sebagai syafaat takwiniyyah, da bahwasana segala fenomena alam yang mempunyai pengaruh, semisal matahari, rembulan, api dan air, sebenarnya tidak bisa memberikan pengaruhnya kecuali dengan bantuan kekuasaan Allah dan bersandar pada izin dan kehendak-Nya, sehingga dengan itu menjadi sempurnalah ketauhidan dalam penciptaan dan pengaturan.
Dengan demikian, tiada Pencipta kecuali Allah, sebagaimana halnya tiada pula Pengatur selain Dia, Segala penciptaan dan pengaturan yang ada dalam perwujudan ini, tidaklah seperti apa yang terlihat berdiri sendiri, melainkan terjadi karena sebab yag bersifat penciptaan dan pengaturan yang bersandar pada daya dan kekuatan Allah. Dengan demikian maka makna yang terdapat dalam ayat tersebut merujuk pada pengertian bahwa, tidak ada yang bisa memberikan pengaruh dialam semesta ini kecuali sesudah memperoleh izin-Nya .
Oleh sebab itu, ayat tersebut memberikan kesimplan dan meynyampaikan ucapannya kepada umat manusia, bahwa sepanjang Allah adalah Pencipta dan pPengatur segala sesuatu yang ada dialam semesta, yang bersemayam diatas singgasana Kemahakuasaan; dan sepanjang pengaruh yang dimiliki oleh segala sesuatu yang selain-nya itu terjadi karena izin-Na, maka hendaknya Tuhan Yang Mahasuci inilah yang disembah, bukan yang selain-Nya. Hanya Dia-lah yang patut untuk disebah, bukan selain Dia.
Sebab, sumber penyembuhan dan ketundukan itu adalah pengakuan terhadap keindahan dan kesempurnaan yang mutlak yang ada pada Zat yang disembah, yang menyebabkan lahirnya pengakuan tersebut pada diri manusia-manusia yang arif terhadap ibadah dan ketundukan. Kesempurnaan mutlak seperti itu tidak terdapat pada siapa dan apapun juga, kecuali pada Zat Allah. sebab, Allah-lah pencipta, Penguasa dan Pengatur, yang memberikan daya yang berpengaruh pada segala perwujudan yang ada dialam semesta ini.
Al-Allamah Thabathaba`i menafsirkan; "Sesungguhnya Tuhanmu, wahai umat manusia, adalah Allah yang menciptakan seluruh alam semesta yang engkau saksikan ini, baik bersemayam diatas Arsy Kemahakuasaan, guna mengatur segala perwujudan yang kepada-Nya-lah berpangkal segala pengatruan dan iradat, yang dengan itu pulalha Allah mengatur alam semesta ini. Jadi, sepanjang segala pengaturan itu diartikan dengan pengaturan tanpa bantuan dan dukungan sesuatu yang lain, maka tidak ada sesuatu pun yang bisa memberi perantara dalam urusan apa saja sebelum memperoleh izin-Nya. Dengan demikian, Allah-lah yang merupakan Penyebab asli, dimana sesuat yang selain-Nya tidak mungkin memiliki penyebab tanpa sebab yang diberikan-Nya, dan menjadi pemberi syafaat sebelum mendapatizin-Nya. Kalau persoalannya seperti ini, maka Dia itulah Allah, Tuhanmu, yang mengatur segala urusanmu, dan bukan yang selain Dia yang selama ini engkau anggap sebagai tuhan dan yang engkau harapkan syafaatnya. Mengapa kamu sekalian tidak melakukan transformasi pemikiran sehingga kalian memahami bahwa Allah itulah Tuhanmu, dan tidak ada tuhan selain Dia?" (Al-Mizan, jilid X, halaman 6-7)
Karya: Syaikh Ja`far Subhani, Syafaat Dalam Islam(Mafahim Al-Quran), halaman 65-69(209 halaman), penerjemah: Ahsin Muhammad
Penerbit; Pustaka Hidayah
Jl. Kebon Kacang 30/3
Jakarta Pusat, 10240
Telp: (021) 3103735

Syafaat Takwiniyyah I

Pandangan ilmiah filosofis memberi kesaksian tentang adanya sistem alam semesta yang ditegakkan atas dasar silsilah sebab-akibat dan ikatan segenap fenomena alam dengan sebab. Yang demikian itu, yakni adanya alam sebagai penyebab khusus dari himpunan sebab-sebab yang ada, merupakan sesuatu yang diakui adanya oleh prinsip-prinsip filasafat, yang diakui pula oleh ayat-ayat al-Quran al-Karim.
Karena alam semesta ini merupakan sesuatu yang bersifat mungkin wujud, maka ia tidak berdiri sendiri pada zatnya. Sebagaimana halnya pula ia tidak berdiri sendiri dalam sebab dan pengaruh yang dimilikinya, dalam arti ia tidak dapat memberikan pengaruh kecuali dengan iradat dan izin Allah. Adalah merupakan suatu kepastian, bahwa manakala ia berdiri sendiri daam pengaruh yang dimilikiny, niscaya ia harus berdiri sendiri pula dalam perwujudannya, sebab tidak bisa dibantah kemandirian dalam sebab itu merupakan kelanjutan dari kemandirian dalam wujud.
Kalau kita terima pengandaian bahwa ia memiliki pengaruh yang mandiri, maka tidak mustahil pula kita harus menerima pengandaian tahap sebelumnya, yakni kemandirian dalam zat, hal ini akan menggiring kita untuk mengakui bahwa ia merupakan sesuatu yang tidak membutuhkan sebab. Sedangkan pengandaian seperti itu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan aksioma yang berlaku.
Itu sebabnya, maka para filosof dan mutakallimin sepakat, kecuali Muta`zilah dengan pendapatnya yang berbeda, bahwa dalam perwujudan inii tidak ada yang memiliki pengaruh mandiri kecuali Allah. Karena itu, maka kita temukan isyarat-isyarat al-Quran yang berbunyi;
"Wahai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah, Dialah Yang Mahakaya lagi Mahaterpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan mahluk yang baru. Dan sekali-kali yang demikian itu bagi Allah tidaklah sulit." (QS. Fathir(35); 15-17)
Alam semesta, sebagai suatu alam yang bersifat kemungkinan, tidak memiliki perwujudan dan kesempurnaan yang diberikan Alah, bahkan ketika ia disebut sebagai memiliki perwujudan dan kesempurnaan, maka semuanya itu merupakan limpahan dari Allah. Dalam pengertiannya sebagai sesuatu yang mungkin alam ini memang mempunyai [erwujudan, tapi selalu membutuhkan Allah dalam semua urusannya, berhajat pada pengaruh dan sebab yang ada pada Allah.
"Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudianDia bersemayam diatas arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. yang demikian itu adalah Allah, Tuhanmu. Maka sembahlah Dia, lalu apakah kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS.Yunus(10); 3)
Jadi segala sebab alamiah dan fenomena fisik ang ada dialam semesta ini saling pengaruh mempengaruhi dengan izin-Nya, tanpa ada satupun sebab yang berdiri sendiri dalam pengaruh yang dimilikinya. Bahkan semua sebab, baik zat maupun pengaruhnya, terjadi karena Allah dan berdasar izin-Nya. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pemberi syafaat dalam ayat terdahulu adalah sebab dan sebab yang besifat fisik, yang terjadi melalui perwujudan segala sesuatu ini. Ia dinamakan syafaat karena pengaruh yang diberikannya tergantung pada izin Allah. Ia, dibantu oleh izin Allah, memberikan pengaruh dan segala sesuatu yang bisa diberikannya.

Sabtu, 23 Februari 2008

Perhitungan (Hisab)

"Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi mereka pada hari kiamat." (al-Kahfi: 105)
Pada hari kiamat, manusia yang akan dihisab dibagi menjadi empat bagian. Pertama, kelompok yang akan dimasukkan kedalam surga tanpa hisab. Mereka itulah orang-orang yang mencintai ahlul bait dan tak melakukan dosa serta mati dalam keadaan bertaubat.
Kedua, kelompok yang merupakan kebalikan dari kelompok pertama. Mereka itulah orang-orang yang dimasukkan ke neraka jahanam tanpa hisab. Al-Quran menerangkan keadaan mereka;
"Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi mereka pada hari kiamat." (al-Kahfi: 105)
Merekalah orang yang mati dalam keadaan tidak beriman. Mereka masuk neraka tanpa hisab karena amal perbuatannya sama sekali tidak berharga.
Ketiga, kelompok yang akan dihisab pada hari kiamat dan penghisaban mereka akan memakan waktu panjang. Namun, lantaran amal baik mereka lebih banyak daripada perbuatan jeleknya, mereka akhirnya akan dimasukkan kedalam surga. Lamanya waktu hisab sesuai dengan kadar dosa yang dilakukannya didunia, seperti yang dikatkan Rasul saw kepada ibnu Mas`ud, "Seseorang akan menunggu seratus tahun dalam satu dosa," Rasul saw tidak menyebutkan jenis dosa tersebut agar orang-orang mukmin berhati-hati terhadap semua dosa dan takut akan lamanya perhitungan.
Keempat, kelompok yang perbuatan jeleknya lebih banyak daripada perbuatan baiknya. Andai syafaat dan taufik Allah melindungi mereka, maka mereka akan tergolong orang yang selamat dan masuk surga. Jika tidak, mereka akan dihukum dineraka dengan siksa nan pedih, sampai mereka suci dari kotoranmaksiat. Setelah itu, ia akan dikeluarkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga. Ya, manusia yang memiliki sedikit iman dihatinya, ia tidak akan abadi dineraka. Kecuali, orang kafir yang menentang.
Maksudnya, dihari kiamat ia akan dimasukkan kedalam surga bukan lantaran banyaknya amal baiknya. Dan syarat masuk surga adalah iman kepada Allah dengan segenap tanda-tanda-Nya. Pabila seseorang tidak beriman kepada Allah, bagaimana mungkin akan melihat surga?
Dikisahkan dalam kitab Bihar dari Imam Ja`far al-Shadiq dari ayahnya bahwa Rasulullah saw bersabda; "Bacakanlah talqin atas orang mati diantara kalian dengan la ilaha ilallah. Sebab, sesungguhnya orang yang perkataan kahirnya adalah la ilaha ilallah akan masuk surga." Dalam riwayat lain, dikatakan, ia akan melihat Rasulullah saw sesaat ketika nyawanya akan dicabut.
Tak diragukan lagi, maksud ucapan la ilaha ilallah pada saat kematian adalah bahwa ia mati dalam keadaan beiman kepada Allah. Kalau memang mulutnya tak mampu mengucapkan itu disaat kematiannya, namun hatinya tetap beriman, maka cukuplah itu dengan kesaksian hatinya.
Karya; Prof. Dasteghib, Hari Kebangkitan(Al-Maad), halaman 112-113(192 halaman) penerjemah; Hasan Basri
Penerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32
Pasar Minggu-Jakarta Selatan

Jumat, 22 Februari 2008

Manfaat Tanya Jawab

Kalau Allah Mahatahu mana mukmin, yang kafir, yang saleh, dan yang thalih(tidak shaleh), lalu mengapa masih diperlukan tanya-jawab didalam kubur?
Tanya jawab dalam kubur merupakan kenikmatan pertama seorang mukmin. Betapa senang dan bahagianya saat ia melihat dua malaikat dengan penampilan nan indah serta dengan aroma bebungaan dan parfum surgawi. Karena itu nama keduanya merupakan kabar gembira bagi seorang mukmin.
Hal lain adalah bahwa seorang mukmin akan sangat senang dengan hakikat pertanyaan itu sendiri. Anda dapat saksikan bagaimana anak-anak sekolah merasa senang atas pertanyaan-pertanyaan guru mereka. Mereka bangga lantaran mampu menjawab semua pertanyaan tersebut. Seorang mukmin juga akan merasa senang bila para malaikat menanyakan tentang Tuhannya. Ia akan menjawab pertanyaan tersebut dengan yakin dan mantap. Ia akan menjelaskan keesaan Tuhan danbersaksi atas kenabian Rasulnya(Muhammad saw).
Ketika tanya-jawab merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin, ia akan bangkit dengan senang, tenang, dan mulai mengecap kebahagiaannya. Sebaliknya, lantaran tanya-jawab merupakan awal siksaan dan penderitaan bagi seorang kafir, maka kehadiran 2 malaikat tersebut akan menjadikannya sangat ketakutan. Dikatakan dalam sebuah riwayat bahwa: suara mereka seperti guntur yang menggelegar, mata mereka menyemburkan perckan api, rambut mereka menutupi tubuh mereka, dan wajah mereka mereka sangat mengerikan. Dengan penampilan seperti itu mereka akan menyambut orang-orang kafir. Oleh sebab itulah, bagi orang kafir, keduanya dinamakan dengan "Munkar" dan "Nakir".
Orang yang sepanjang hidupnya tidak pernah bersama Tuhan dan tidak mengetahui pencipta-Nya, maka ketenaran dan cinta kedudukan adalah tuhannya dan tidak pernah mementingkan Tuhan yang sesungguhya, maka tatkala malaikat bertanya kepadanya tentang siapa Tuhannya, ia pasti akan kebingungan dan tak mampu menjawabnya. Kadangkala, sebagian orang mampu menjawab, tetapi segera terhenti dan tak bisa menjawab saat pertanyaan beralih pada persoalan kenabian. Sebagian orang tidak mampu menjawab sebagian dasar-dasar keyakinan yang benar. Yang lain mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar masalah akidah, tetapi tidak mampu menjawab pertanyaan dalam masalah perbuatan.
Imam Ja`far al-Shadiq bersabda, "Didalam kuburnya, seorang laki-laki yang baik didudukkan dan dikatkan kepadanya, `Aku akan mencambukmu seratus kali cambukan; ini merupakan siksaan Allah.` `Aku tidak akan tahan dengan itu,` jawabnya. Namun, malaikat terus mencambuknya. Ketika cambukan mereka selesai dan hanya tinggal satu kali cambukan, mereka mengatakan, `Engkau tidak bisa menghindar dari cambukan ini.` Kemudian silelaki bertanya, `Mengapa kalian mencambukku seperti itu?` `Kami mencambukmu karena engkau pernah shalat tanpa wudhu dan melihat orang-orang lemah tetapi engkau tidak menolongnya,`jawab malaikat. Imam berkata,` Setelah mereka mencambuknya satu kali cambukan yang merupakan siksaan Allah itu, kuburnya pun dipenuhi api.`"
Karya; Prof. Dasteghib, Hari Kebangkitan(Al-Maad), halaman 18-20(192 halaman) penerjemah; Hasan Basri
Penerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32
Pasar Minggu-Jakarta Selatan

Senin, 18 Februari 2008

Cinta Tak Berbanding

Cinta murni....itulah harapan setiap insan, namun adakah cinta murni tersebut...?
Cinta identik dengan pengorbanan, bila benar... maka semakin besar pengorbanan yang dilakukannya demi orang yang dicintainya adalah semakin tinggi dan mendekati kemurnian yang hakiki.
Orang yang mencintai sesuatu memiliki kepastian yang seluruh manusia setuju terhadap hal ini, yakni kebahagiaan atau senyum manis bagi pujaan hatinya.
Bila ini disetujui setiap pemilik cinta, maka adakah tuntutan terhadap yang dicintai...?
Apakah tuntutan merupakan hal yang mampu membahagiakan dan atau membuat yang dicintainya itu tertawa senang....?
"Pecinta turut kepada yang dicinta" inilah pepatah lama yang tak usang dimakan waktu....
Yang diturut mengandungi makna sebagai yang didepan, yang menguasai, yang memiliki hak serta yang wajib.
Sehingga orang yang mencintai tiadalah mungkin baginya untuk menuntut atau melakukan tuntutan bagi yang dicintainya. Bila orang yang mencintai menuntut, maka dirinya bukan lagi sebagai orang yang mencintai, namun memposisikan dirinya sebagai orang yang dicintai.
Sebagai orang yang mencintai, maka baginya adalah mengharap balasan terhadap gelombang cinta yang dipantulkan dirinya, dan balasan dari yang dicintainya merupakan suatu daya bagi seseorang yang mencintai untuk meningkatkan harapan dari yang dicintainya agar yang dicintainya memberi sesuatu yang lebih lagi...namun tiada memiliki kekuatan untuk memaksakan keinginan diri terhadap yang dicintainya...
Pemberian atau balasan dari yang dicintai merupakan anugerah dan nikmat yang tak terbanding.
Semakin besar daya cinta seseorang maka semakin besar pula keinginan hatinya untuk berupaya membahagiakan orang yang dicintainya.

Rabu, 06 Februari 2008

Jiwa Yang Menembus Langit

Istana Yazid bin Mu`awiyah bin Abi Syufyan diramaikan tangisan dari cucu dan cicit Rasulullah saw dari dalam penjara, cucu-cucu wanita dan seorang lelaki lemah itu dipenjarakan bersama kepala tanpa tubuh, yang telah dipenggal dan diarak dari Karbala(Irak) hingga Damaskus(Suriah), kepala itu adalah kepala dari cucu Rasulullah saw yang diberi gelar oleh Rasulullah saw "Pemimpin Pemuda Surga", Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Setelah beberapa hari berada dalam penjara, akhirnya mereka dibebaskan untuk kembali ke Madinah. Dalam perjalanan kembali ke Madinah ini, rombongan menuju ke Karbala, dengan tujuan untuk menyatukan kembali tubuh dan kepala Al-Husain yang tergeletak tak terurus dipadang Karbala. Serta sekaligus untuk mengubur jenazah yang kepalanya telah terpisah dari tubuhnya selama beberapa hari tersebut.
19 Syafar(40 hari , para wanita cucu Rasulullah saw yang dipimpin Ali bin Husain itu tiba di padang Karbala. Tanpa mampu dibendung lagi ratap tangispun kembali memecah kebisuan padang tersebut, walaupun Ali bin Husain yang melakukan prosesi pemakaman itupun tiada mampu menahan derai air matanya selama proses pemakaman tersebut dan bahkan setelah usainya pemakaman ayahnya, Husain binti Fatimah binti Rasulullah saw.
Arbain(40 hari), tubuh dan kepala yang terpisah itu baru dikebumikan oleh putra dan putrinya yang tak mampu melawan kebiadaban putra Mu`awiyah bin Abi Syufyan. Setelah pemakaman selesai rombongan kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke Madinah, sedangkan Ali bin Husain, tiada mampu menghiasi wajahnya dari secuil senyum sesaatpun, wajah duka yang tak mungkin terobati dalam dirinya terhadap kesyahidan ayahnya.
Bayang-bayang kesyahidan ayahnya tergambar jelas, hentakan kuda ayahnya, pekikkan ajakan kebenaran ayahnya serta dentangan pedang ayahnya selalu menyertai jejak langkahnya. Suara parau ayahnya yang menderita kehausan dan menjelang ajal terdengar membahana.
10 Muharram hingga 19 Syafar(arbain/40 hari) adalah waktu dan hari kesedihan bagi keluarga Ahmad Rasulullah saw dan para pecinta Nabi Muhammad saw beserta keluarganya.