Minggu, 25 Mei 2008

Dalih Wanita Mulia

Muslim bin 'Ausajah dan Habib bin Mazhahir adalah orang tua yang berasal dari satu keluarga, yakni Bani Asad. Mereka berdua tinggal di Kufah. Semasa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, keduanya merupakan sahabat setia Ali bin Abi Thalib.
Tatkala Muslim bin Aqil memasuki Kufah sebagai utusan Imam Husain, kedua orang ini berusaha keras membantu Muslim bin Aqil agar masyarakat membaiat Imam Husain. Sampai akhirnya Ubaidillah bin Ziyad memasuki Kufah dan melancarkan teror demi menakut2i masyarakat tentang pemerintahan Yazid. Masyarakat pun pergi meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian. Akhirnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang, ia ditawan. Sesuai perintah Ibnu Ziyad, iapun dibunuh. Dalam kondisi sulit ini, Muslim bin 'Ausajah dan Habib bin Mazhahir diam2 berangkat kepadang Karbala dan bergabung dengan pasukan Imam Husain. Disitu, keduanya mereguk kesyahidan.
Usia Habib bin Muzhahir saat itu lebih dari 75 tahun. Ia termasuk salah seorang sahabat Rasul saw. Selama tinggal di Kufah, ia bertaqiah seraya menunggu kesempatan yang tepat untuk keluar dari Kufah dan bergabung dengan pasukan Imam Husain.
Ia memiliki seorang istri yang bertakwa dan pemberani, yang sangat bergembira pabila suaminya menjadi penolong Imam Husain. Habib bin Mazhahir, gerilyawan tua ini, berusaha agar tempat persembunyiannya tidak diketahui orang lain. Ia juga ingin keputusannya untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain tidak diketahui siapapun, bahkan ia tidak menceritakan niatnya itu kepada istrinya sendiri. Itu dimaksudkan agar istrinya tidak menceritakannya kepada orang lain.
Imam Husain bersama rombongannya berangkat meninggalkan Makkah menuju Irak. saat itu, Imam Husain menulis surat untuk Habib bin Mazhahir yang kemudian dibawa salah seorang utusan.
Pada suatu hari, Habib berada disamping istrinya, tiba2 terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Habib beranjak dari duduknya dan berdiri dibalik pintu. Ia melihat orang yang membawa surat dari Imam Husain. Setelah menerima surat itu dan kembali kesamping istrinya, ia membaca isinya sebagai berikut:
"Surat ini dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, untuk orang yang pandai, Habib bin Mazhahir. Amma ba'du. Wahai Habib, Anda mengetahui hubungan kekeluargaanku dengan Rasulullah saw, dan anda adalah orang yang mengenalku dengan baik. Anda adalah orang merdeka dan peka. Karenanya, janganlah anda enggan menolongku, dimanadihari kiamat kakekku Rasulullah saw akan mengganjar anda pahala."
Habib berpikir jangan sampai seorangpun mengetahui isi surat dan keputusannya untuk berangkat menolong Imam Husain. Sehingga para mata2 tidak sampai mengetahui peristiwa yang terjadi.
Istri Habib: "Sekarang apa yang hendak kamu lakukan?"
Habib: "Aku sudah tua, aku tak dapat melakukan apapun."
Istri Habib: "Tampaknya engkau enggan berangkat untuk membela dan menolong Imam Husain."
Habib: "Ya, aku tak punya untuk itu."
Istri Habib: "Duhai Habib! Apakah engkau lupa akan sabda Rasulullah saw tentang pribadi Imam Husain, 'Kedua anakku ini adalah penghulu pemuda penghuni surga dan keduanya adalah Imam, baik ia diam maupun bangkit.....' Engkau telah menerima surat Imam Husain. Lalu mengapa engkau enggan menolongnya?" Istrinya berkata sambil menangis.
Habib: "Aku khawatir anak2ku menjadi yatim dan engkau menjadi janda."
Istri Habib: "Kami akan meneladani wanita2, putri2, dan yatim2 Bani Hasyi, dan cukuplah Allah sebagai Pelindung kami."
Habib: "Akupun sudah tua, dan apa yang dapat dilakukan orang2 yang sudah lanjut usia?"
Istri Habib: "Sekarang bila engkau engggan pergi, tinggallah dirumah seperti kaum perempuan." Keudian ia berteriak, "Wahai Husain, seandainya aku seorang lelaki, aku akan datang kepangkuanm, berjuang bersamamu, dan kupersembahkan jiwaku untukmu."
Habib: "Istriku, tenanglah! Aku akan membuatnya bergembira dan janggut yang memutih ini akan kuwarnai dengan darah hingga dileherku. Tenangkanlah dirimu!"
Tatkala Habib melihat istrinya benar2 telah siap, iapun mengatakan yang sebenarnya, istrinya pun berdoa untuknya.Tatkala Habib akan berangkat istrinya meminta padanya.
Istri Habib: "Aku perlu satu perkara."
Habib: "Apa itu"
Istri Habib: "Tatkala engkau sampai dihadapan Imam Husain, ciumlah tangan dan kakinyauntuk mewakiliku, dan sampaikan salamku."
Habib: "Baiklah."
Cerita-cerita hikmah(Dastan-e Dustan) halaman; 15-17(170 halaman), karya; Muhammad Muhammadi
Penerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32E
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Telp: 021-7987771 (08121068423)
Fax: 021-7987633
Email; pentcahaya@cbn.net.id

Tidak ada komentar: