Selasa, 29 Januari 2008

Tabir Antara Cahaya Dan Kegelapan

Sebenarnya menghadapkan atau menyerahkan diri kepada selain Allah itu telah membuat tabir atau dinding yang menutup manusia dari cahaya(hidayah) dengan kegelapan(kesesatan). Sebagaimana dimaklumi bahwa urusan-urusan dunia akan menjadikan manusia lalai terhadap akhirat. Kerakusan terhadap dunia ini telah menimbulkan tabir gelap. Akan tetapi ketika dunia menjadi wasilah atau landasan untuk menghadapkan diri kepada Allah dan mengantarkan kepada akhirat, yang merupakan negeri taubat, maka tabir kegelapan itu akan menjadi cahaya hidayah.
Pemutusan hubunganyang sempurna kepada selain Allah, sebagaimana yang tercatat dalam doa Sya`ban bahwa jika seseorang mampu menghapuskan kegelapan atau kesesatan akan memperoleh cahaya petunjuk. Selain itu, dia juga mempunyai kemampuan untuk sampai ketahap menjadi tamu Allah yang merupakan suatu perbendaharaan yang agung. Dari sini kita dapat melihat bahwa doa ini menjadi tumpuan yang menerangikan mata hati dan cahaya hati, sehingga ia menjadi kokoh dan berwibawa dengan mendapat cahaya hidayah dan mencapai perbendaharaan yang agung, sehingga mata hatinya telah membakar tabir yang menutupi cahaya hidayah dan mengantarkannya kepada perbendaharaan yang agung. Sebaliknya, manusia yang senantiasa menutupi hatinya dengan kegelapan atau manusiayang senantiasa tertutup oleh alam kebendaan tabi`i disekelilingnya dari mengenai hidayah adalah manusia yang menyimpang dari Allah. Dia tidak mengetahui sesuatu apapun kecuali alam kebendaan yang ada disekelilingnya semata-mata.
Dia hanyalah cerminan dari alam sekelilingnya yang dia lihat dan tidak lebih dari itu. Sementara teramat jauh dia dapat berusaha mendidik dirinya dan mengambil manfaat dari kekuatan rohani untuk menghapuskan debu-debu yang menyeliputi hatinya dari kegelapan dosa. Sesungguhnya manusia yang berada dalam keadaan seperti ini adalah ditempat yang paling rendah, yang menggambarkan betapa tebalnya tabir kegelapan yang menyelubungi seluruh kehidupannya.
Firman Allah: "Kemudian Kami kembalikan dia ketempat yang serendah-rendahnya(neraka)." (Q.S: At-Tin; 5)
Martabat dan kedudukan ini telah menimpa manusia setelah Allah menciptakan manusia pada kedudukan yang tertinggi dengan firman-Nya:
"Sesungguhnya Kami telah mencipta manusia dalam bentuk sebaik-baiknya." (Q.S: At-Tin; 4)
Ya, memang manusia yang mengikuti bahwa nafsu tidak mempunyai tujuan untuk mengenal dirinya sendiri melainkan hanya mengikuti alam sekeliling yang gelap gulita dengan kejahilan. Dia tidak berfikir sama sekali tentang alam yang lain daripada yang dilihatnya ini, ada atau tidak ada. Oleh karena itu, penglihatannya tenggelam pada alam duniawi yang dilihatnya saja. Manusia jenis ini telah dijelaskan oleh Allah:
"Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah." (Q.S: Al-A`raf; 167)
Sesungguhnya manusia seperti ini telah jauh dari Allah, karena hatinya diliputi oleh dosa-dosa dan diliputi oleh kegelapan yang menyesatkan. Dalam pada itu rohnya telah berkarat akibat terlalu banyak melakukan maksiat. Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu, cinta dunia dan kedudukan, membutakan akal pikiran dan mata. Dalam keadaan seperti ini tidak mungkin seseorang akan dapat membersihkan dirinya dari tabir kegelapan. Malah sulit baginya untuk menghapus tabir yang menutupi cahaya dan hidayah serta tidak dapat menghasilkan suatu pencapaian memutuskan diri dari segala yang lain selain dari Allah SWT.
Memang, manusia dalam bentuk ini berada dalam keadaan sesat dan bingung, dia bukan saja menafikan kedudukan wali-wali Allah tetapi lebih jauh dari itu, dia mengingkari Allah. Dia akan mengingkari shirat, alam barzakh, jalan kembali kepada Allah, hari kiamat, perhitungan Allah dan Al-Quran. Malah tidak ada sama sekali baginya tentang syurga dan neraka dan menganggapnya sebagai kepercayaan khurafat dan takhyul, tidak lebih dari itu. Inilah manusia yang terlalu banyak maksiat kepada Allah. Pada saat yang sama dia terlalu terikat dengan kepentiingan dunia, sehingga menafikan kebenaran dan menolaknya secara langsung. Sesungguhnya dia menafikan kedudukan penolong Allah dengan kedudukan mereka yang begitu jelas. Inilah kesimpulan atau rumusan dari apa yang disebutkan tadi.
Imam Khomeini ;Jihad Akbar; hal: 79-82(107 halaman); penterjemah: Ibrahim Mahmudi
Diterbitkan: Yayasan Al-Sajjad.

Tidak ada komentar: