Minggu, 22 Juni 2008

Menembus Barisan Malaikat

Al-Syahid al-Tsalits Akhund Mulla Muhammad Taqi dalam 2 kitabnya Khashaish Fathimah dan Majalis al-Muttaqin dalam bab-36 meriwayatkan bahwa pada suatu, Ali menemui Fathimah yang sedang dalam keadaan kurang sehat, sehingga mengharuskannya terbaring ditempat tidur. Beliau lalu memegang kepala Fathimah seraya berkata, "Wahai Fathimah, katakanlah apa yang engkau inginkan?"
Fathimah berkata, "Saya tidak menginginkan sesuatu, wahai putra pamanku."
Ali mendesak Fathimah agar sedia mengutarakan keinginannya. Namun Fathimah menyatakan, "Sungguh ayah telah berwasiat kepada saya agar saya tidak meminta dari anda sesuatu yang barangkali anda tidak mungkin menyediakannya, sehingga anda akan merasa malu."
Ali kemudian bersumpah atas nama Fathimah, agar sedia mengutarakan keinginannya kepadanya. Maka, Fathimah berkata, "Karena anda telah sbersumpah atas saya, saya akan katakan; jika mungkin mendapatkan delima, itu akan bermanfaat bagi saya."
Ali lalu bangkit dan meninggalkan rumah untuk memperoleh delima. Ketika beliau bertanya kepada para sahabatnya, mereka berkata bahwa musim delima telahberlalu dan tak ada yang memilikinya kecuali Syam'un, seorang Yahudi, karena orang2 telah mengirimkan delima dari Thaif, beberapa hari sebelumnya kepada Syam'un.
Ali bergegas menuju rumah Syam'un dan mengetuk pintu, dan ketika melihat Ali, dia berkata, "Wahai Ali, apa gerangan yang telah mengundang anda untuk memuliakan kami dengan kedatangan anda kerumah kami?"
Ali menjawab, "Aku dengar engkau memiliki buah delima, karena itu aku datang untuk membelinya darimu satu buah untuk seseorang yang sakit dan dalam tanggunganku."
Syam'un berkata, "Sungguh, saya telah menjual semuanya dan sekarang tak ada lagi yang tersisa."
Ali berkata, "Lihat dan carilah, barangkali masih tersisa satu, tetapi engkau tidak mengetahuinya."
Kembali Syam'un berkata, "Saya tahu yang ada dirumah saya dan sudah tidak ada lagi delima satupun."
Ketika itu, istri Syam'un berdiri dibelakang pintu dan mendengarkan pembicaraan suaminya dengan Ali. Kemudian istri Syam'un berkata padanya, "Sesungguhnya, aku telah menyimpan satu delima dan menyembunyikannya dibawah dedaunan tanpa sepengetahuanmu."
Istri Syam'un lalu mengambil delima tersebut dan menyerahkan kepada Ali, kemudian Ali membayar delima tersebut sebesar 4 dirham, namun Syam'un berkata kepada Ali, "Sesungguhnya harga satu delima hanya 1/2 dirham, uangmu kelebihan, ya Ali."
Ali pun berkata, "Sungguh, aku telah menyimpan dirham ini untuk seorang perempuan sebagai kebanggaan; barangkali aku dapat memanfaatkannya suatu hari. Karena itu, jadikanlah dirham2 ini menjadi menjadi 3 bagian dan separuh sisanya untuk istrimu."
Diperjalanan, Ali mendengar suara sangat lemah, beliau lalu mengikuti suara itu hingga kesebuah reruntuhan. Disitu tergeletak seorang lelaki buta yang sedang kesakitan; kepalanya tergeletak ditanah dan kondisinya sangat lemah. Ali kemudian duduk disebelahnya dan mengangkat kepala orang buta tersebut dan meletakkannya dipangkuannya.
Ali bertanya, "Wahai lelaki, siapakah engkau dan dari kabilah mana serta sejak kapan engkau sakit?"
Laki2 itu menjawab, "Wahai pemuda yang saleh, aku adalah seorang lelaki diantara orang2 yang berhutang, hutang2 telah membebaniku dan aku tak menemukan jalan keluar agar bisa mengendarai sesuatu sehingga dapat pergi kekota. Aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku harus datang kepada kekasihku, Ali bin Abi Thalib. Karena aku berharap dirinyalah yang akan sedia menyelesaikan masalahku dan membayarkan hutang2ku."
Ali kemudian berkata, "Apa yang engkau inginkan sekarang?"
Dia menjawab, "Sekiranya mungkin mendapat buah delima, aku akan suka sekali ."
Ali pun berkata, "Aku telah membawa sebuah delima untuk seseorang yang mulia yang sedang sakit, tapi aku akan memberimu separuh dari delima ini."
Kemudian, Alipun membelah delima tersebut dan menyuapkan biji2 delima itu satu persatu hingga habis separuhnya. Lelaki buta itupun berkata, "Jika engkau berkenan atas bagian paruh yang keduanya, mungkin akan lebih membaikkan keadaanku."
Ali kemudian menyuapkan kembali separuh delima yang dia bawa kepada lelaki buta tersebut hingga habis, dan kemudian ia kembali kerumah dengan tangan kosong dan malu tanpa membawa buah delima yang dipesankan Fathimah. Sesampai didepan rumah ia tidak langsung untuk masuk kerumah, namun melihat dari sela2 lobang pintu terhadap keadaan fathimah. Ali melihat Fathimah sedang duduk bersandar, sementara dihadapan fathimah terdapat sepiring delima yang tengah dimakan oleh Fathimah. Dengan kebahagiaan yang tak terkira, Ali memberi salam dan membuka pintu serta masuk kerumah, walaupun ada rasa malu karena tidak mampu membawakan apa yang diinginkan Fathimah dari tangan atau usahanya. Setelah dekat, Ali pun menanyakan asal muasal delima tersebut kepada Fathimah.
Fathimah pun menjawab, "Wahai putra paman, lama sekali anda meninggalkan rumah, hingga anda berkeringat begitu rupa. Saya mendengar daun pintu diketuk orang, kemudian Fidhdhah membuka pintu dan ada seorang lelaki yang membawa sepiring buah delima, dan kata beliau, delima yang ia bawa tersebut atas perintah anda untuk mengirimkan kepadaku. Terimakasih, wahai putra pamanku, anda telah bersusah payah untuk memenuhi keinginanku."
Kisah Fathimah az-Zahra (360 Fadhail mashaib wa Karamat-e Fatimaeh Zahra) ; Hal: 207 - 212 (420 halaman) ; Karya: Abbas Azizi
Penerbit; Penerbit Cahaya (Qorina)

Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32E
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Telp: 021-7987771 (08121068423)
Fax: 021-7987633
Email; pentcahaya@centrin.net.id

Tidak ada komentar: