"Ya Rabbi, kasihanilah kelemahan tubuhku, kelembutan kulitku, dan kerapuhan tulangku. Wahai Yang Mula-mula menciptakanku, menyebut dan mendidikku, memperlakukanku dengan baik, dan memberiku makanan, berikanlah aku karunia-Mu, karena Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku. Ya Ilahi, Tuanku, Pemeliharaku, apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu setelah aku mengesakan-Mu, setelah hatiku tenggelam dalam makrifat-Mu, setelah lidahku tergetar menyebut-Mu, setelah jantungku terikat dengan cinta-Mu, dan setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada ketuhanan-Mu? Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau pelihara, atau menjauhkan orang yang Engkau dekatkan, atau menyiksa orang yang Engkau naungi, atau menjatuhkan pada bencana orang yang engkau cukupi dan sayangi."
Penafsiran EtimologisKata diqqah dan riqqah memiliki arti lembut, dan keduanya memiliki arti yang sama. Pengungkapannya dalam kalimat ini adalah sebagai suatu bentuk keindahan.
Kata inthiwa memiliki arti saling terikat. Kata lahjah adalah gerakan lidah. Kata haihat adalah isim fi`il yang memiliki arti menjauhlah. Kata syarid memiliki arti melarikan diri sedangkan kata tasyrid memiliki arti berlari menuju seseorang.
Syarah dan Penjelasan
Dalam kalimat doa ini sang pendoa memiliki dua sudut pandang; pertama, "Ya Rabbi, kasihanlah kelemahan tubuhku, kelembutan kulitku, da kerapuhan tulangku." Disini, ia merasa sangat bersalah dan sangat kurang dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dari lubuk hati yang amat dalam, ia memohon sesuatu dari-Nya, ia mengakui bahwa dirinya adalah seorang hamba yang harus tunduk dan patuh kepada Tuannya, seraya berkata,
"setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada ketuhanan-Mu."
Kedua, sisi satunya memiliki kekuatan dan kemampuan yang tidak ada taranya. Sebab, ia adalah seorang yang mengakui keberadaan Allah yang Mahaesa, mencintai-Nya, dan senantiasa berada dalam lindungan dan peliharaan-Nya.Dalam doa ini, Zat yang dipinta(mad`uw) adalah Tuhan Sang Pencipta dan Pemelihara yang amat pemurah, yang karunia-Nya senantiasa tercurah kepada mahluk-Nya.
"Wahai Yang Mula-mula menciptakanku, menyebut dan mendidikku, memperlakukanku dengan baik, dan memberiku makanan, berikanlah aku karunia-Mu, karena Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku."
Sementara, sesuatu yang dijadikan sebagai mad`uwun bihi(sumpah dalam berdoa) adalah karunia dan kebaikan. dalam doa ini, ia bersumpah demi karunia dan kebikan-Nya yang senantiasa tercurah. Sedangkan mad`uwun minhu(permohonan agar dihindarkan) dalam doa ini adalah permohonan agar dibebaskan dari api neraka dan siksaan yang pedih.Disela2 doa ini, beliau juga mengeluarkan argumentasi untuk menegaskan bahwa beliau amat mengharapkan pengampunan dan pembebasan dari api neraka. Dan kalimat tersebut berbentuk pertanyaan yang negatif. Argumen tersebut merupakan hjah bahwa tidak mungkin dapat menjauh dari-Nya.
"Apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu setelah aku mengesakan-Mu, setelah hatiku tenggelam dalam makrifat-Mu, setelah lidahku tergetar menyebut-Mu, setelah jantungku terikat dengan cinta-Mu, dan setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada ketuhanan-Mu? Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau pelihara, atau menjauhkan orang yang Engkau dekatkan, atau menyiksa orang yang Engkau naungi, atau menjatuhkan pada bencana orang yang engkau cukupi dan sayangi."
Dalil dan argumen semacam ini bukan dalail dan argumen milik para filsuf atau ahli ushul fiqh, tetapi merupakan dan argumen yang datangnya dari sang perindu kepada sang Kekasih dan dalail seorang arif dalam mengenal al-Haq.Oleh karena itu, ungkapan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib pada bagian doa ini adalah, sebagaimana beliau nyatakan, bahwa beliau tengah merindu. Dalil dan argumen atas rasa rindunya itu berbentuk pertanyaan negatif, dan ini merupakan dalil dan argumen yang amat elok.
Sementara, "mengajukan argumen" terkadang adalah untuk menetapkan kebenaran pendapat, dan lawan harus mengakui kebenarannya. Ini adalah jenis argumen yang digunakan dalam filsafat dan fikih, serta berbagai cabang ilmu lainnya. Terkadang pula "mengajukan argumen" berarti sesuatu yang disukai oleh citarasa(dzauq). Dan, apa yang tidak diterima oleh akal, citarasa akan menerimanya. Dalam hal ini, rasio dan akal memang sangatlah lemah;
Kaki kaum rasionalis terbuat dari kayu
Kaki kayu amatlah rapuh
Dalam hal ini, jika lawan bicaranya adalah seorang yang memiliki citarasa, maka ia kaan menerimanya. Namun, jika lawan bicaranya menggunakan argumen rasional semata maka ia harus keluar dari arena kerinduan kepada Allah.
Sementara, pandangan lain menyatakan bahwa hjah dan argumen semacam ini adalah sarana kembalinya seorang hamba kepada Tuannya. Karenanya, ini adalah sebaik2 bentuk tobat kepada Allah, dengannya seluruh dosa2 akan berguguran serta memperoleh ampunan-Nya.
"Katakanlah, 'Hai hamba-hamb-Ku yang melampui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. sesungguhnya, Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (az-Zumar: 53)
Tak dapat disangkal, isi doa ini mengaskan bahwa seorang yang meyakii tauhid dan mengenal Allah akan dimasukkan kedalam surga dan tidak mungkn dijerumuskan kedalam neraka.Ada sebagian orang yang mengira bahwa seseorang yang memiliki keyaknan terhadap tauhid, mengenal Allah, dan memiliki kecintaan kepada rasul saw dan keluarganya, akan dimasukkan kedalam surga, apapun perbuatan yang dilakukannya. Dalam hal ini, mereka berpegang pada sabda Rasulullah saw,
"Cinta kepada Ali adalah kebaikan dan tidak akan dirusak oleh keburukan apapun yang menyertainya."
Dari berbagai riwayat, dapat diketahui secara jelas bahwa prasangka semacam itu juga menghinggapi sahabat Ali. Karenanya, Muhammad bin Marid meriwayatkan;Muhammad: "Jika engkau telah mengenali maka berbuatlah sesukamu."
Imam: "Ya saya telah mengatakannya."
Muhammad: "Apakah sekalipun ia berzina, mencuri dan minum2an keras?"
Imam: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Demi Allah, sungguh mereka berbuat tidak adil terhadap kami(ahlul bait), dimana, kami yang mendapatkan sanksi berbagai amal perbuatan buruk itu dan mereka terbebas. sesungguhnya, saya mengatakan bahwa 'Jika engkau telah mengenali maka berbuatlah sesukamu' maksudnya adalah perbuatan baik, yang kecil maupun yang besar. Sebab, sesungguhnya itu akan diterima oleh allah."
Keyakinan yang salah ini merupakan bahaya yang tersembunyi didlaam hati, dan pemilik keyaknan seacam ini akan cenderung meremehkan perbuatan dosa. Oleh karena itu, sebagaimana riwayat ini menolak bentuk keyakinan semacam itu, al-Quran dan riwayat lainnya juga menolak bentuk pandangan dan keyakinan menyimpang itu.
"Tahukah kamuorang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yakni orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya' dan enggan menolong dengan barang yang berguna." (al-Ma'un)
"...berada didalam surga mereka saling bertanya, tentang keadaan orang-orang yang berdosa, 'Apaakh yang memasukkan kamu kedalam saqar?' Mereka menjawab, 'Kami dahulutidak termasuk orang-orang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang membicarakannya, dan kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian.' Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat." (al-Mudatstsir: 40-48)
"Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya." (al-Jin: 23)
"Bukan dari golonganku seorang yang meremehkan shalat, dan ia tidak akan masuk ke Kautsar, demi Allah, tidak akan." (al-Hadis)Ali bin Husain(Imam ke-4) sedang thawaf dengan sambi menangis hebat sehingga beliau menjadi lemah, lunglai dan pingsan. Ketika Thawus al-Yamani akan mengangkat kepala Ali bin Husain, beliau menolaknya.
Thawus: "Wahai tuanku, anda adalah putera dari al-husain, keturunan Fathimah, dan putera Rasulullah saw, kenapa anda hal demikian?"
Imam: "Tidak, tidak wahai Thawus! Janganlah anda membicarakan ayah, ibu, dan kakek saya. Allah menciptakan surga bagi yang taat kepada-Nya dan berbuat baik, sekalipun ia adalah seorang hama sahaya dari Habasyah. Dan Dia menciptakan neraka bagi siapa yang menentang-Nya, sekalipun ia adalah seorang keturunan Qurais. Tidakkah anda mendengar firman-Nya?
"Apabila sangkakala ditiup maka tidak ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu, dan tidak pula mereka salig bertanya." (al-Mukminun: 101)
Demi Allah, pada hari itu tidak ada yang memberikan manfaat kepada anda, melainkan amal salih yang pernah anda kerjakan..."
Menggali Rahasia Doa Nabi Khidir(Syarh-e wa Tafsir-e Dua-ye Kumail), hal: 161-169(363 halaman), karya: Allamah Husain MazhahiriPenerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32E
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Telp: 021-7987771 (08121068423)
Fax: 021-7987633
Email; pentcahaya@cbn.net.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar