Setelah menyampaikan khutbah berkenaan dengan perampasan tanah Fadak, putri Rasulullah saw pulang kerumahnya, sementara Ali menunggunya dirumah. Dan setelah bertemu dengan Ali, Fathimah berkata padanya.
"Wahai putra Abu Thalib, kau selubungi diri bak janin dalam perut, kau tarik tirai dan menutup diri dengannya. Dan seperti orang yang trtuduh, kau duduk disudut rumah dan menyendiri. Engkau adalah orang yang sebelum ini berjuang dimedan perang dan membinasakan para pemberani serta ksatria perang. Sekarang, apa yang terjadi? Sayap2 burung tak lagi berbulu, rontok diatas kepalamu, dan membuatmu menderita.
Begitulah, putra Abu Quhafah(Abu Bakar) telah merampas pemberian ayahku dari tanganku dan mengambil simpanan makanan anak2ku. Dengan terang2an, dia telah memerangiku. Perkara ini telah sampai pada suatu taraf dimana kaum Anshar enggan memberikan pertolongannya kepadaku dan kaum Muhajirintelah memutuskan tali persaudaraannya. Orang2 telah menutup mata mereka dariku. Tiada yang berani mencegah kejahatan Abu Quhafah, tiada pula yang bersedia melindungi dan membelaku. Aku keluar dari rumah dalam keadaan marah dan pulang dalam keadaan terhina. Engkau juga telah menjatuhkan dirimu dalam kehinaan dan menggunakan kekuatanm. Engkau telah memangsa para serigala dan membentangkan tanah. Aku tak mampu menahan diri untuk tidak bicara dan aku belum keluar dari pintu kebatilan. Namun, aku tak punya kekuatan untuk menegakkan kebenaran. Andai saja aku meninggal sebelum peristiwa ini dan tak melihat diriku terhina! Sekarang, aku meminta maaf kepada Allah; dari-Nya perhitungan dan darimu perlindungan. Ah....aku meratap setiap kali matahari terbit dan aku juga meratap setiap kali mentari terbenam! Tempat perlindunganku(Rasulullah saw) telah meninggal dunia. Aku sampaikan keluhanku ini kepada ayahku dan menuntut keadilan Tuhanku. Ya Allah! Sesungguhnya Engkau lebih kuat dan perkasa dari mereka, dan azab serta siksa-Mu lebih pedih...."
Kemudian Ali berkata, "Tiada cela bagimu, namun kecelakaanlah bagi orang yang menghinamu. Janganlah engkau marah kepadaku, wahai putri kesucian dan warisan kenabian! Aku tidak melemahkan agamaku, tidak pula melangkah melebihi batas kemampuanku. Jika engkau menghendaki makanan yang memadai, maka rezekimu telah terjamin, dan penjaminmu adalah Tuhan yang Maha Dipercaya. Apa yang dipersiapkan-Nya untukmu jauh lebih utama ketimbang apa yang apa yang dijauhkan-Nya darimu. karena itu, ucapkanlah; 'Hasbiyallahu(cukuplah Allah sebagai penolongku)!'"
Lalu Fathimah berucap, "Hasbiyallahu," dan terdiam.
Kisah Fathimah az-Zahra (360 Fadhail mashaib wa Karamat-e Fatimaeh Zahra) ; Hal: 340 - 343 (420 halaman) ; Karya: Abbas Azizi
Penerbit; Penerbit Cahaya (Qorina)
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32E
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Telp: 021-7987771 (08121068423)
Fax: 021-7987633
Email; pentcahaya@centrin.net.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar