Selasa, 27 November 2007

Satu Pria Dua Wanita (3)

Rihab menanti surat jawaban dengan rasa penasaran yang berbeda dengan sebelumnya. Ia sekarang ingin melihat jawaban atas pertanyaannya, setelah ia mengerti isi surat jawaban pertama dan membenarkannya. Akhir-akhir ini ia mulaui dihantui rasa cemas, kalau-kalau rahasianya terbongkar. Perasaan yang tidak ada sebelumnya. Bagaimana kalau Zainab, kakak Musthafa, kembali dari bepergian? Bagaimana jadinya bila Musthafa menegur Zainab lantaran telah memilih Hasanah untuknya? Jangan-jangan Zainab curiga dan membicarakan hal itu dengan Hasanah, yang adalah teman dekatnya? Bagaimana nantinya bila semua ini terbongkar?
Setiap kali kekhawatiran Rihab sampai ketaraf itu, ia merasa tertekan. Karenanya ia berusaha menjauhkan perasaan-perasaan tersebut, agar bisa melanjutkan langkahnya hingga penghujung jalan. Tak begitu lama menunggu, surat balasan Musthafa diterimanya. Ia segera membacanya untuk mengetahui jawaban atas pertanyaan yang ditulisnya:
Dengan nama Allah yang Mahakasih dan Sayang
Hasanah yang terhormat
Assalamu`alaikum wr.wb.
Jawaban suratmu telah membuatku senang lantaran isinya cocok dengan apa yang kutuliskan sebelumnya. Aku berharap, ini merupakan awal dari kecocokan pemikiran yang sempurna. Akan tetapi, aku masih heran denganmu. Engkau membayangkan bahwa iman kepada Allah disebabkan oleh lemahnya manusia. Jika yang engkau katakan itu benar, maka semestinya yang kita temukan adalah bahwa para nabi dan orang-orang yang menyeru dijalan Allah merupakan manusia-manusia paling lemah dimasanya. Padahal, yang kita lihat sebaliknya, para nabi yang menyeru kepada Allah dan beriman kepad-Nya adalah orang-orang yang kuat.
Nabi Nuh contohnya. Beliau terus-menerus mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah selama 900 tahun lamanya, tanpa merasa lelah dan bosan. Kemudian, kita lihat bagaimana beliau mampu membuat sendiri bahteranya, dan disaat membuatnya beliau tahan atas berbagai bentuk celaan, bantahan, intimidasi, dan ancaman. Tanpa ragu beliau tak pernah berniat mengurungkan misinya. Setelah itu, ketika air bah telah pasang, beliau dan keluarganya menaiki bahtera itu dengan aman dan tenang, tidak merasa khawatir akan ombak yang menerpa dan tidak pula perasaannya guncang oleh sikap anaknya yang durhaka. Bukankah ini merupakan bukti akan kuatnya keinginan dan kemantapan pribadi, wahai Hasanah?
Lalu, kalau kita tengok sejarah, nabi Ibrahim bersikap tegar dihadapan musuh-musuhnya, sehingga beliau menolak segala bentuk negosiasi dan tawar-menawar. Oleh karena itu, mereka mengancam hendak membakar beliau. Namun, beliau tetap pada pendiriannya, sehingga Allah mengokohkan langkahnya agar tak bergeser walau sedikitpun.
Kemudian Nabi Ibrahim dibawa kehadpan api menyala yang kan digunakan untuk membakarnya. Mereka membawanya kesitu secara berulang, berharap sikapnya akan melaemah atau akan terpengaruh. Walau demikian kekuatannya tidak melemah. Setelah itu, beliau dilemparkan dari tempat yang tinggi ketengah kobaran api yang menjilat-jilat. Namun, tanpa terdengar sedikitpun kata-kata rintihan dan permohonan, api itu menjadi dingin dan beliaupun keluar dengan selamat. Bukankah ini merupakan bukti akan kekuatan dan ketegaran yang luar biasa? Atau, adakah orang yang dpat mengatkaan bahwa beliau adalah manusia yang lemah dan bodoh?
Nabi Musa mendatangi Fir`aun yang bersimaharajalela dengan kediktatorannya. Beliau tak memiliki apa-apa selain saudaranya, Nabi Harun, dan kalimat kebenaran. Beliau tetap mengajak Fir`aun untuk beriman kepada Allah, tanpa mempedulikan penderitaan-penderitaan yang kan menantinya. Tidakkah ini juga merupakan bukti kekuatan dan ketegaran?
Nabi Isa tetap tegar dalam menyeru manusia menuju Allah. Begitu juga dengan nabi kita, Muhammad saw, dengan apa yang beliau hadapi saat menyeru manusia untuk beriman kepada Allah. Beliau menghadapi itu tanpa kelemahan. Bahkan ketika orang-orang dari suku Quraisy bersatu untuk memerangi beliau dan meminta beliau berhenti menyeru manusia menuju Allah. Beliau bersabda, "Demi Allah, andai matahari diletakkan ditangan kananku dan rembulan diletakkan ditangan kiriku, agar aku meninggalkan dakwah ini, maka aku tidak akan melakukannya."
Ya, sejarah Rasul saw telah menjelaskan seluruh episode kepahlawanan beliau. Jika dapat, aku memintamu agar membaca buku sejarah Rasulullah saw. Mungkin, banyak hal yang belum kau ketahui, sehingga setelah itu engkau dapat memahami bagaimana para nabi adalah orang-orang yang memiliki kepribadian paling kuat, sikap yang paling tegar, serta keberanian jiwa yang paling besar. Semoga engkau juga mau membaca buku-buku tentang keimanan. Karena disamping merupakan hiburan, buku-buku tersebut juga bermanfaat. Sampai disini dulu suratku. Ketahuila, aku siap menjawab pertanyaan apapun darimu.
Musthafa
Saat Rihab mengisi waktunya, menunggu surat balasan dari Musthafa, dan menyiapkan surat balasannya, sambil sesekali dihinggapi sedikit rasa sesal atas perbuatannya, perasaan yang ia usahakan untuk dapat diacuhkannya, agar tak larut didalamnya, saat itu pula nampak Hasanah sedang duduk tercenung, menahan beban derita yang dipendamnya. Ia menahan sakit hati yang berusaha tak dihiraukannya. Ia juga berusaha agar tak terpengaruh oleh perasaan itu tatkala jiwanya mulai frustasi dan setiap kali terinspirasi oleh pikiran-pikiran negatif yang terlalu jauh tentang Musthafa. Lantas, bagaimana caranya agar ia dapat menjelaskan sikap acuh kekasih dan suaminya itu? bukankah, paling tidak selayaknya ia berkirim surat kepadanya, meski hanya berupa surat singkat? Tidakkah termasuk hal yang bijak bila ia mengirimkan foto, setelah ia tahu bahwa Hasanah tidak memiliki fotonya?
Pikiran-pikiran semacam itu terkadang membuatnya bersikap keras dan terkadang malah menjadikannya lemah. Sementara, ketika ia tidak ingin mempercayai kenyataan yang tengah dihadapinya, ia berusaha menghadapi sikap Musthafa tersebut dngan memikirkan berbagai kemungkinan positif dan berusaha melakukan berbagai pembenaran. Mungkin ia sedang sibuk, mungkin ia malu menulis surat-suratnya itu tidak sampai. Kemungkinan terakhir inilah yang sangat didambakannya. Sebab, ia senang sekali bila membayangkan Musthafa telah menulis surat kepadanya, seperti yang dilakukan ornag lain, mempedulikan serta memikirkannya, sebagaimana kepedulian dan perhatiannya kepada Musthafa.
Disamping itu, ia juga menanti kedatangan adik Musthafa, yang sedang berada ditempat jauh, bila telah menyelesaikan pendidikannya. Mungkin, ia tahu sesuatu tentang kakaknya. Hasanah berusaha menghalau pikirannya agar tak menerawang lebih jauh dengan memperbanyak membaca dan menulis.
Suatu ketika, tatkala ia sedang duduk dikamarnya sembari membaca buku, Riahb masuk menemuinya. Ia sangat heran melihat kedatangan Rihab , karena itu tidak seperti biasanya. Oleh karena itu, ia menyambut kedatanagannya dengan hangat. Lantas, Rihab pun duduk ditubir tempat tidur Hasanah. Pada raut wajah Riahb terlihat jelas bahwa ia sedang galau, seolah tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Hasanah segera berkata, "Aku lihat hari ini engkau tak masuk kerja, Rihab. Semoga engkau tidak dalam keadaan sakit..."
Rihab menggelengkan kepalanya. Dengan nada bingung ia berkata, "Sebenarnya, aku merasa sangat pusing. Oleh karena itu, aku menghubungi temanku disanaagar ia memintakan izin sehingga dapat menggantikanku. Sekarang aku merasa jenuh, apakah engkau punya buku yang dapat kubaca?"
Hasanah terheran-heran atas permintaan adiknya. Bukankah adiknya tahu bahwa ia tidak mengoleksi buku-buku yang diminati adiknya itu? Lantas, ia berusaha menghilangkan rasa herannya itu dengan menjawab, "Lihat saja, disana banyak buku-buku. Carilah buku yang kau sukai, Rihab."
Rihab bangkit dan mulai memeriksa buku-bukuitu. SementaraHasanah memperhatikannya, ingin tahu buku apa yang dipilihnya. Ia terkejut ketika tahu bahwaa yang dipilih adiknya adalah sebuah buku tentang keimanan dan buku Maukib al-Nur berkenaan dengan sejarah Rasulullah saw. Sepertinya, Riahb tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap kakaknya dan apa yang harus ia jelaskan mengenai keinginannya untuk mempelajari buku-buku tersebut. Oleh karena itu, ia segera keluar kamar sebelum kakaknya bertanya apa-apa.
Lain halnya dengan Hasanah, ia sangat senang. Alangkah indahnya bila Rihab kembali ketaman iman. Ia sangat bahagia saat menemukan kembali adiknya yang hilang dan sekarang mulai mencari petunjuk . Ia bahagia dan kebahagiaan itu menjadikannya lupa sesaat akan penderitaan yang sedang dirasakannya. Ia membayangkan, Rihab berubah total dan aktif mengikuti pengkajian islami, kemudian datang seorang pria agamis dan bijak melamarnya, seseorang seperti Musthafa...
Sampai disitu, angan-angan Hasanahpun pudar, "Musthafa..., apa yang terjadi pada Musthafa?" Setelah itu, pikiran-pikiran gelap kembali menghantuinya. Ia pun kembali berusaha mengembalikan konsentrasinya pada baris demi baris tulisan dalam buku yang sedang dipegangnya.
Rihab hanyut dalam dua buku yang dipelajarinya, tetapi ia tidak lupa menulis surat untuk Musthafa. Ia menjadi merasa perlu untuk mendapat tambanhan informasi. Karena itu, ia pun menulis:
Musthafa yang terhormat
Mungkin aku terlambat membalas suratmu. Namun, mempelajari dua buku yang engkau anjurkan, telah membuatku sibuk sekarang. Kini, biarlah kukatakan padamu bahwa engkau telah berkomunikasi denganku secara baik dan dapat aku terima.
Aku telah membaca buku sejarah Rasulullah saw yang engkau beritahukan padaku. Hari-hari telah kulalui dengan indah bersamanya dan aku mengetahui tentang Rasulullah saw sesuatu yang belum kuketahui sebelumnya. Begitu juga halnya dengan buku tentang keimanan yang telah menjawab banyak pertanyaan-pertanyaanku. Namun, masih ada pertanyaan yang tersimpan dibenakku, seperti dulu,bahkan hingga kini , bahwa aku belum memahami, bagaimana mungkin aku menyembah Tuhan yang tidak pernah kulihat dan tak pernah tersentuh oleh panca indera, yang merupakan sumber dari semua pengetahuan. Tidakkah, dalam ibadah itu, terkadang unsur paksaan yang muncul dari angan-angan?
Aku menyesal lantaran pertanyaan-pertanyaan ini mungkin mengejutkanmu. Tetapi, aku merasa butuh untuk mengetahui jawabanmu. Kebutuhan ini sering menyebabkanku merasa gelisah. Semoga, pada surat-suratmu atau pada pembahasan tentang masalah keimanan, ada sesuatu yang membuatku mantap.
sampai disini dulu. Aku berharap seluruh kebaikan tercurah untukmu dan mohon maaf.
Hasanah

Tidak ada komentar: