Kadangkala, terbayang dalam benak kita bahwa ajakan para nabi serta berbagai mazhab samawi untuk menyembah Allah semata menjadi perbatan yang bertentangan dengan kebebasan manusia. Namun, perlu diperhatikan bahwa susunan tubuh manusia telah diciptakan sedemikian rupa, sehinggamanusia tidap dapat hidup tanpa cinta, kasih, peribadatan, serta harapan.
Rasa cinta dan kegemaran beribadah telah tertanam dalam jiwa manusia. Dan, jika perasaan tersebt tidak ditundukkan dibawah bimbingan para nabi, akibatnya manusia akan menjadi penyembah patung berhala, benda-benda langit, sesamanya, serta pemimpin yang zalim.
Karena itu, penghambaan dan peribadatan kepada Allah merupakan suatu cara pemuasan yang benar, yang menghalangi berbagai bentuk pemuasan semu, sekaligus menyelamatkan jalur cinta dan peribadahan dari perbagai penyimpangan.
Pandangan Dunia Ilahiah dan Iman kepada Allah berakar pada keberadaan fitrah. Perasaan serta keterikatan pada kekuatan adikodrati yang tidak terbatas, sudah tentu terdapat dalam jiwa setiap manusia. Namun demikian, sekalipun mampu memastikan adanya kekuatan tidak terbatas itu, seseorang boleh jadi mengalami kekeliruan dalam hal menentukan kekuatan manakah yang bersifat Ilahiah dan mana yang bersifat alamiah.
Alhasil, perasaan dan hubungan semacam itu benar-benar ada. Karena itu, Pandangan Dunia Ilahiah meyakini bahwa seluruh keberadaan dijagat alam terikat dengan suatu kekuatan adikodrati tanpa batas dan memiliki perasaan, dan ini sesuai dengan fitrah manusia. Inilah bukti lain yang berkenaan dengan kebenaran Pandangan Dunia Ilahiah.
Ciri lain yang melekat pada suatu pandangan yang paling baik ialah melahirkan rasa cinta, harapan, serta tanggung jawab dalam diri manusia.
Pabila seorang pelajar disebuah sekolah mengetahui berbagai usahanya tidak akan sia-sia, seperseratus dari nilainya akan diperhitungkan, dan seluruh alasan yang masuk akal akan diterima, tentu akan terus belajar dengan semangat yang luar biasa.
Berkat Pandangan Dunia Ilahiah, manusia memiliki keyakinan bahwa setiap dari kehidupannya senantiasa berada dibawah pengawasan Allah. Dengan pandangan tersebut, setiap alasan keberadaannya juga akan diterima, perbuatan baik dan buruknya sekecil apapun tidak akan diabaikan, bahkan perbuatan baiknya akan dibeli Allah, harga dari nyawa dan hartanya akan dibayar oleh kenikmatan surgawi, dan memiliki keyakinan bahwa pada satu sisi dirinya acapkali memperoleh pertolongan gaib, sementara pada sisi yang lain memperoleh sarana pendidikan yang bebas dari keraguan, kekeliruan, dan kealpaan.
Ala kulli hal, semua itu akan menjadi pelita harapan yang paling benderang yang menerangi hati manusia.
Mencari Tuhan (Usul-e Aqaid), karya: Prof, Muhsin Qiraati, hal 9-10(196 halaman)
Penerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar