Mu`awiyyah; "Hai Abu Abdullah, bolehkah aku bertanya tentang suatu hal yang untuk itu kau jawab dengan jujur?"
Amr bin al-Ash; "Demi Allah, dusta itu perbuatan keji. Tanyakan saja apa yang terbetik dipikiranmu, niscaya aku akan menjawabnya dengan jujur."
Mu`awiyyah; "Pernahkah engkau menipuku sejak pertama kuangkat menjadi penasihatku?"
Amr bin al-Ash; "Oh, tak pernah!"
Mu`awiyyah; "Benarkah? Demi Allah, kau pernah menipuku sekali. Memang tak sering, tapi pernah sekali."
Amr bin al-Ash; "Kapan itu?"
Mu`awiyyah; "Sewaktu Ali bin Abi Thalib menantangku untuk berduel dengannya, aku meminta pendapatmu, lalu kau menjawab, 'Pertarungan yang cukup terhormat.' Dan kau menganjurkanku untuk bertarung dengannya, padahal kau sendiri tahu, siapa dia. Maka, tahulah aku bahwa kau telah menipuku dengan jawabanmu itu."
Amr bin al-Ash; "Wahai Amirul Mukminin, seorang petarung telah memintamu berduel dengannya. Petarung yang memiliki martaba dan hati ang mulia. Dengan bertarung dengannya, tuan pasti mendapat satu dari 2 hal yang ke2-2nya sama2 baik, seandainya tuan membunuhnya, berarti tuan sudah membunuh orang ang selama ini terkenal sebagai jagal bagi lawannya. Dengan begitu, tuan akan menjadi lebih terhormat dan dapat mengibarkan kekuasaan. Atau, jika tidak, tuan dapat segera menyusul para syuhada yang saleh dan baik dijadikan teman."
Mu`awiyyah; "Yang kedua ini lebih buruk lagi dari yang pertama. Demi Allah, aku tahu bahwa seandainya aku membunuhnya, aku pasti masuk neraka, dan seandainya dia membunuhku, aku tetap masuk neraka."
Amr bin al-Ash; "Lalu, mengapa tuan berperang melawannya?"
Mu`awiyyah; "Kekuasaan itu mandul....dan tak akan ada orang lain yang akan mendengarkan ini dariku setelahmu."
Ali bin Abi Thalib, hal 154 - 156 (337 halaman), karya: Abbas Ali al-Musawi
Penerbit; Penerbit Cahaya
Jl. Siaga Dharma VIII, no; 32 E
Pasar Minggu-Jakarta Selatan
Telp: 021-7987771 (08121068423)
Fax: 021-7987633
Email; pentcahaya@centrin.net.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar