Ketika datang malaikat maut(Izrail.as), maka terlontar kata-kata yang terbiasa diucapkan dan difikirkan seseorang didalam kehidupannya. Dan akan digolongkan jenis kematiannya pada kata akhir yang diucapkannya. Malaikat maut mendampinginya menuju alam kubur dengan berbagai cara sesuai jenis kematiannya, ruhnya dikawal oleh malaikat maut, dikarenakan ruhnya tiada mengetahui kemana ia harus menuju arah yang benar mencari jasadnya. Alam ruh yang luas tak bertepi akan memaksa ruhnya untuk diam menunggu jemputan dan bimbingan malaikat maut dalam menuju tempat jasadnya dikebumikan.
Datang malaikat penanya kubur(Munkar dan Nakir as), menanyakan ketuhanan, kenabian dan imamah dengan suara yang menggelegar seakan memecahkan gendang telinga, bila mampu menjawab dengan benar maka mereka akan bertindak agak lunak, namun bila tanpa segera terjawab suatu pertanyaan, maka merekapun dengan secepat kilat menimpakan suatu siksa hingga ada jawaban yang benar, atau jawaban yang salah yang menetapkan bila yang ditanya berada dalam kerugian hidup. Selesai bertanya, malaikat penanya segera mencatat seluruh amal hidup sang mayit dan menidurkannya.
Tidur didalam alam kubur hingga usia balig(dikenainya hukum agama), ketika terbangun maka segera merasakan setiap dosa dan amal shaleh dalam tiap detik amal hidupnya yang dikerjakan sepanjang hidupnya, dengan perbandingan sama dengan waktu dunia, hingga usia ketika mati dikurangi masa sebelum balig.
Bila berusia 90 tahun(mati diusia 90 tahun) dikurangi masa balig sekitar 10 tahun, maka akan mengalami masa balasan dialam kubur hingga 80 tahun.
Setelah menjalani balasan setiap dosa dan pahala dialam kubur selama usia dikurangi masa sebelum balig, kini menanti datangnya hari kiamat atau hari akhir. Bila kematiannya berada dalam ketauhidan, maka dalam penantiannya terhadap hari kiamat, akan menerima jamuan dan dilayani seluruh apa yang diinginkannya hingga hari akhir itu tiba. Namun bila dalam kematiannya termasuk sebagai penentang Tuhan, maka setelah menjalani balasan setiap dosa dan pahala dialam kubur, maka akan menerima berbagai siksaan hingga hari kiamat datang. Dan siksaan itu tidak diringankan walaupun sekejap, serta tidak diberi kesempatan untuk meminta istirahat dari siksaan hingga hari akhir datang, dan seluruh mahluk dibangkitkan dan dikumpulkan.
Senin, 27 Agustus 2007
Selasa, 14 Agustus 2007
Kesucian tanpa noda
Sejak pertama kali dicipta dan mengawali keberadaan mahluk, Rasulullah Muhammad saw, tiada henti melantunkan dan menggetarkan Ars (singgasana) Allah SWT, dengan tahlil (la ilaha ilallaha/ tiada tuhan selain Allah), takbir (allahu akbar/allah maha besar), tasbih (subhanallahu/allah maha suci) dan tahmid (alhamdulillahi/segala puji bagi allah). Sepanjang Allah SWT, membentangkan waktu dan berjalannya kehidupan, sanjungan Rasulullah saw untuk tuhannya mengawali waktu dan mengakhiri waktu. Jadi, adalah mustahil bila ada manusia yang dalam detik helaan nafas dan detak jantungnya tiada henti mengumandangkan pujian untuk tuhannya akan melakukan secuil dosa.
Muhammad Rasulullah saw, adalah manusia ruhani yang pertama dicipta oleh Allah SWT, dan dalam alam ruh itulah Allah SWT mengajarkan ilmu-Nya kepada ruh Rasulullah saw. Dan saat itu juga Allah SWT melantik ruh Rasulullah saw sebagai nabi, rasul dan khalifah-Nya yang pertama. Sehingga jelas sudah bila Rasulullah saw adalah ciptaan pertama Allah SWT yang bersaksi akan ke-Esa-an Allah SWT. Rasulullah saw bukanlah hanya sebagai Al-Qur`an yang berjalan, namun darinyalah seluruh Al-Qur`an itu tercipta, dan pula diri Rasulullah saw merupakan kitab agung sekuruh kitab atau "Lauhul Mahfudz "(kitab induk).
Muhammad Rasulullah saw walaupun terlahir didunia didahului oleh para nabi yang lain, namun hal itu tidak mempengaruhi maqam diri Rasulullah saw yang dari awal penciptaan dan akhir kehidupan tiada mampu bagi mahluk/ciptaan Allah SWT yang lain yang akan mengungguli maqam/derajat Rasulullah saw. Adalah benar bila Rasulullah saw sebagai nabi dan rasul terakhir, namun beliau saw jugalah yang mengawali adanya kenabian dan kerasulan. Adalah tak diragukan dalam akal apabila Rasulullah saw dalam kelahiran beliau saw telah menyatakan ke-Esa-an Allah SWT, dan semenjak detik itu juga seluruh jasad dan ruh beliau saw mengumandangkan setiap pujian kepada Allah SWT. Sehingga akan sangat jelas apabila Rasulullah saw tak mungkin tersentuh dosa, dan adalah pasti bila hanya beliau saw yang suci tanpa ada sentuhan dosa. Dan adalah pula kejelasan yang terang bila diri beliau saw adalah mahluk Allah SWT yang tidak diampuni karena dosa, namun kerelaannya yang menjadi tujuan Allah SWT dalam mencipta kehidupan dialam raya dan akhirat nanti.
Dalam rentetan sejarah kehidupan Rasulullah saw mengenai cerita Isra` dan Mi`raj selalu didengungkan bagaimana Rasulullah saw disucikan dari dosa dengan pembelahan dada suci beliau saw oleh para malaikat. Namun yang patut dipertanyakan adalah pensucian tersebut, yakni pensucian dari dosa mana yang telah dilakukan Rasulullah saw? Dan adalah hal yang tak terelakkan bila Rasulullah memerlukan persiapan dan kesiapan dalam memenuhi undangan Allah SWT dengan peristiwa Isra` dan Mi`raj tersebut. Dan perenungan atau tafakkur beliau sepanjang hidupnya adalah merupakan bagian kesiapan beliau dalam menyambut Mi`raj beliau saw. Untuk mebersihkan dosa? Itu adalah hal yang tak pantas bagi diri suci beliau saw, yang tak pernah menyertai beliau saw dalam tarikan nafasnya dan kesucian merupakan pelindung diri Rasulullah saw.
Muhammad Rasulullah saw, adalah manusia ruhani yang pertama dicipta oleh Allah SWT, dan dalam alam ruh itulah Allah SWT mengajarkan ilmu-Nya kepada ruh Rasulullah saw. Dan saat itu juga Allah SWT melantik ruh Rasulullah saw sebagai nabi, rasul dan khalifah-Nya yang pertama. Sehingga jelas sudah bila Rasulullah saw adalah ciptaan pertama Allah SWT yang bersaksi akan ke-Esa-an Allah SWT. Rasulullah saw bukanlah hanya sebagai Al-Qur`an yang berjalan, namun darinyalah seluruh Al-Qur`an itu tercipta, dan pula diri Rasulullah saw merupakan kitab agung sekuruh kitab atau "Lauhul Mahfudz "(kitab induk).
Muhammad Rasulullah saw walaupun terlahir didunia didahului oleh para nabi yang lain, namun hal itu tidak mempengaruhi maqam diri Rasulullah saw yang dari awal penciptaan dan akhir kehidupan tiada mampu bagi mahluk/ciptaan Allah SWT yang lain yang akan mengungguli maqam/derajat Rasulullah saw. Adalah benar bila Rasulullah saw sebagai nabi dan rasul terakhir, namun beliau saw jugalah yang mengawali adanya kenabian dan kerasulan. Adalah tak diragukan dalam akal apabila Rasulullah saw dalam kelahiran beliau saw telah menyatakan ke-Esa-an Allah SWT, dan semenjak detik itu juga seluruh jasad dan ruh beliau saw mengumandangkan setiap pujian kepada Allah SWT. Sehingga akan sangat jelas apabila Rasulullah saw tak mungkin tersentuh dosa, dan adalah pasti bila hanya beliau saw yang suci tanpa ada sentuhan dosa. Dan adalah pula kejelasan yang terang bila diri beliau saw adalah mahluk Allah SWT yang tidak diampuni karena dosa, namun kerelaannya yang menjadi tujuan Allah SWT dalam mencipta kehidupan dialam raya dan akhirat nanti.
Dalam rentetan sejarah kehidupan Rasulullah saw mengenai cerita Isra` dan Mi`raj selalu didengungkan bagaimana Rasulullah saw disucikan dari dosa dengan pembelahan dada suci beliau saw oleh para malaikat. Namun yang patut dipertanyakan adalah pensucian tersebut, yakni pensucian dari dosa mana yang telah dilakukan Rasulullah saw? Dan adalah hal yang tak terelakkan bila Rasulullah memerlukan persiapan dan kesiapan dalam memenuhi undangan Allah SWT dengan peristiwa Isra` dan Mi`raj tersebut. Dan perenungan atau tafakkur beliau sepanjang hidupnya adalah merupakan bagian kesiapan beliau dalam menyambut Mi`raj beliau saw. Untuk mebersihkan dosa? Itu adalah hal yang tak pantas bagi diri suci beliau saw, yang tak pernah menyertai beliau saw dalam tarikan nafasnya dan kesucian merupakan pelindung diri Rasulullah saw.
Jumat, 10 Agustus 2007
Gaya perang Ali binAbi Thalib dimedan perang
"Tiada pemuda selain Ali dan tiada pedang selain Zulfiqar", inilah sebait kalimat yang tiada bandingannya, yang diucapkan mahluk suci penyampai wahyu, yakni: Jibril as. Kalimat ini ditujukan kepada Ali bin Abi Thalib yang diberitahukan kepada Rasulullah Muhammad saw, dalam perang Badar yang sangat agung dan maha dahsyat. Zulfiqar adalah pedang Rasulullah saw yang dihadiahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan ditangan Ali-lah bergema keperkasaan Zulfiqar.
1 .Mengawal Fatimiyyin ke Madinah
Dalam pengawalannya kepada para wanita yang bernama Fatimah, sesuai perintah Rasulullah saw diperjalanan telah diberhentikan oleh pasukan Qurais. Dan terjadilah perang yang tak imbang antara Ali bin Abi Thalib dan pasukan Qurais yang berusaha menahan dan mengembalikan para wanita yang bernama Fatimah itu ke Makkah. Namun setelah pasukan Makkah ada yang mati dalam pertarungan itu, maka mereka mundur dari usaha menahan rombongan yang dikawal oleh Ali bin Abi Thalib.
2 .Perang Badar
Perang Badar adalah perang pertama kaum muslim dengan kaum Qurais, dan adalah tradisi Qurais, sebelum perang umum dimulai maka terjadi perang tanding, dan Ali berhasil membunuh 2 penantang dari orang Qurais. Ketika perang umum terjadi, Ali berhadapan dengan kafirin Makkah, dan berhasil menjatuhkan lawannya. Namun sang lawan meludahi wajah Ali hingga tepat mengenai wajahnya, namun adalah hal yang sangat diluar persangkaan lawannya, Ali meninggalkan lawannya yang telah siap menerima tebasan terakhir baginya untuk hidup bila ali mengayunkan pedangnya. Namun Ali meninggalkan lawannya tanpa peduli terhadap serangan balasan dari belakangnya, sehingga lawannya terheran-heran akan sikap Ali terhadapnya. Dan hal inipun menanyakan hal apa yang membuatnya berlaku seperti itu,dan Ali pun menjawab:"Engkau telah meludahi wajahku dan itu membuatku marah, sedangkan aku berperang hanya untuk membela tuhanku dan nabi saw dan aku tidak ingin membunuhmu dalam keadaan tanpa daya dan marah. Karena itu aku meninggalkan dirimu dan menenangkan gejolak hatiku untuk meredam kemarahanku."
3 .Perang Ahzab(kumpulan suku)
Perang ini dikenal juga dengan perang parit(khandaq) dikarenakan sistem benteng berupa parit yang tidak menjadi ciri pertempuran kaum arab. Jawara arabia, Amar bin Abdu Wuud adalah jawara arabia yang tanpa tanding, dalam kesempatan ini Amar dan beberapa temannya berhasil melewati parit yang mengelilingi Madinah dan tantangannya dijawab keheningan, dimana tiada kaum muslimin yang berani untuk menyambut tantangan Amar. Namun terdengar samar suara Ali bin Abi Thalib meminta ijin dari Rasulullah sawuntuk memenuhi tantangan Amar, dan itu terdengar tiga kali yang akhirnya Rasulullah saw mengijinkan Ali untuk menghadapi Amar.
"Sepenuh iman melawan sepenuh kafir", inilah ungkapan Rasulullah saw terhadap pertandingan antara Ali bin Abi Thalib dengan Amar bin Abdu Wuud. Dan seperti Rasulullah saw, Ali bin abi Thalib pun mengajukan beberapa hal, yakni: - Memeluk islam, - tidak memerangi islam dan meniggalkan arena pertempuran. Setelah apa yang diajukan kepada lawannya ditolak, maka dirinya baru memerangi lawannya dan ia memenangkan pertarungan.
4 .Perang Shiffin
Perang ini terjadi setelah Rasulullah saw meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat kekhalifahan dan memaksa Abu Syufyan untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amar bin Asy dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amar bin Asy, namun Amar yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amar dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amar, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amar yang telanjang. Sehingga Amar dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian.
Dalam sejarah kehidupan manusia-manusia besar tidak ada yang mampu menyamai sifat kesatriaan Ali bin Abi Thalib, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan walaupun dalam medan pertempuran dan ia adalah manusia yang tidak pernah mengambil keuntungan dari kelemahan lawannya walaupun hal itu bisa membawanya dalam kemenangan. Dan Ali bin Abi Thalib adalah manusia yang dalam medan perang tidak pernah menempatkan ego atau hasratnya untuk membunuh lawannya, namun dikarenakan Allah dan nabinya ia mempersembahkan ematian lawannya sebagai hujjah atau bukti pembangkangan lawannya terhadap ke-Esa-an Allah SWT dan kenabian Rasulullah saw.
1 .Mengawal Fatimiyyin ke Madinah
Dalam pengawalannya kepada para wanita yang bernama Fatimah, sesuai perintah Rasulullah saw diperjalanan telah diberhentikan oleh pasukan Qurais. Dan terjadilah perang yang tak imbang antara Ali bin Abi Thalib dan pasukan Qurais yang berusaha menahan dan mengembalikan para wanita yang bernama Fatimah itu ke Makkah. Namun setelah pasukan Makkah ada yang mati dalam pertarungan itu, maka mereka mundur dari usaha menahan rombongan yang dikawal oleh Ali bin Abi Thalib.
2 .Perang Badar
Perang Badar adalah perang pertama kaum muslim dengan kaum Qurais, dan adalah tradisi Qurais, sebelum perang umum dimulai maka terjadi perang tanding, dan Ali berhasil membunuh 2 penantang dari orang Qurais. Ketika perang umum terjadi, Ali berhadapan dengan kafirin Makkah, dan berhasil menjatuhkan lawannya. Namun sang lawan meludahi wajah Ali hingga tepat mengenai wajahnya, namun adalah hal yang sangat diluar persangkaan lawannya, Ali meninggalkan lawannya yang telah siap menerima tebasan terakhir baginya untuk hidup bila ali mengayunkan pedangnya. Namun Ali meninggalkan lawannya tanpa peduli terhadap serangan balasan dari belakangnya, sehingga lawannya terheran-heran akan sikap Ali terhadapnya. Dan hal inipun menanyakan hal apa yang membuatnya berlaku seperti itu,dan Ali pun menjawab:"Engkau telah meludahi wajahku dan itu membuatku marah, sedangkan aku berperang hanya untuk membela tuhanku dan nabi saw dan aku tidak ingin membunuhmu dalam keadaan tanpa daya dan marah. Karena itu aku meninggalkan dirimu dan menenangkan gejolak hatiku untuk meredam kemarahanku."
3 .Perang Ahzab(kumpulan suku)
Perang ini dikenal juga dengan perang parit(khandaq) dikarenakan sistem benteng berupa parit yang tidak menjadi ciri pertempuran kaum arab. Jawara arabia, Amar bin Abdu Wuud adalah jawara arabia yang tanpa tanding, dalam kesempatan ini Amar dan beberapa temannya berhasil melewati parit yang mengelilingi Madinah dan tantangannya dijawab keheningan, dimana tiada kaum muslimin yang berani untuk menyambut tantangan Amar. Namun terdengar samar suara Ali bin Abi Thalib meminta ijin dari Rasulullah sawuntuk memenuhi tantangan Amar, dan itu terdengar tiga kali yang akhirnya Rasulullah saw mengijinkan Ali untuk menghadapi Amar.
"Sepenuh iman melawan sepenuh kafir", inilah ungkapan Rasulullah saw terhadap pertandingan antara Ali bin Abi Thalib dengan Amar bin Abdu Wuud. Dan seperti Rasulullah saw, Ali bin abi Thalib pun mengajukan beberapa hal, yakni: - Memeluk islam, - tidak memerangi islam dan meniggalkan arena pertempuran. Setelah apa yang diajukan kepada lawannya ditolak, maka dirinya baru memerangi lawannya dan ia memenangkan pertarungan.
4 .Perang Shiffin
Perang ini terjadi setelah Rasulullah saw meninggal dan Ali bin Abi Thalib menjabat kekhalifahan dan memaksa Abu Syufyan untuk mengakui kekhalifahannya, dan perang ini terjadi di bukit Shiffin. Ali bin Abi Thalib berhadapan dengan Amar bin Asy dan Ali berhasil menjatuhkan dan melemparkan pedang Amar bin Asy, namun Amar yang menyadari kekalahan dan kematiannya, Amar dengan nekad membuka celananya, sehingga Ali yang akan menghujamkan pedang kearah Amar dan melihat perbuatan Amar, Ali bin Abi Thalib segera memalingkan wajahnya dan meninggalkan Amar yang telanjang. Sehingga Amar dengan perbuatan memalukannya itu selamat dari tebasan pedang Ali dan Zulfiqar dan juga selamat dari kematian.
Dalam sejarah kehidupan manusia-manusia besar tidak ada yang mampu menyamai sifat kesatriaan Ali bin Abi Thalib, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesusilaan walaupun dalam medan pertempuran dan ia adalah manusia yang tidak pernah mengambil keuntungan dari kelemahan lawannya walaupun hal itu bisa membawanya dalam kemenangan. Dan Ali bin Abi Thalib adalah manusia yang dalam medan perang tidak pernah menempatkan ego atau hasratnya untuk membunuh lawannya, namun dikarenakan Allah dan nabinya ia mempersembahkan ematian lawannya sebagai hujjah atau bukti pembangkangan lawannya terhadap ke-Esa-an Allah SWT dan kenabian Rasulullah saw.
Ketika Nabi saw bersinar redup
Isra` mi`raj, perjalanan yang maha dahsyat yang terjadi hanya sekali dan bagi seorang hamba yang khusus dan terkasih serta suci dan tersuci bahkan yang tak tersentuh oleh dosa setitikpun. Perjalanan unik ini dijadikan oleh sang pencipta sebagai sebuah tanda keagungan-Nya dan keagungan sang hamba yang paling dicintai-Nya diantara seluruh hamba-Nya, yakni; Muhammad saw.
Dalam cerita yang beredar hingga waktu sekarang ini selalu didengungkan masalah pensucian diri Rasulullah saw, dengan cerita pembelahan dada diri Rasulullah saw. Ironisnya cerita ini dinyatakan sebagai pembersihan diri Rasulullah saw dari dosa yang beliau saw lakukan, seolah hal itu mencerminkan keutamaan dan kemuliaanRasulullah saw. Tanpa terasa seolah tercermin bila Rasulullah saw pernah melakukan perbuatan dosa, sehingga Rasulullah saw perlu untuk disucikan dari suatu dosa, sebelum beliau saw menemui zat suci Allah azza wa`ala.
Entah dosa apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?
Kapan beliau saw pernah berfikir untuk melakukan hal yang merugikan beliau saw(dosa)?
Mungkinkah Rasulullah saw yang sejak terlahir kedunia yang bersaksi ke-Esa-an Allah SWT dan yang tiap hembusan nafas serta detak jantungnya selalu mengalunkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir serta yang tiap detik hidupnya dijaga oleh Allah SWT bisa untuk melakukan suatu dosa yang terkecil sekalipun?
Mungkinkah seorang hamba yang keridoannya dijadikan pelepas rindu dan kerelaan sang pencipta bisa untuk melakukan dosa?
Bila sang nabi berani berbuat dosa, bagaimana dengan umatnya yang sangat jelas akan lebih banyak untuk cenderung melakukan dosa dibanding para nabi yang sangat jelas pula, bagi sang nabi adalah hamba yang terpilih diantara hamba-Nya yang dilimpahkan padanya pengetahuan yang gaib dan yang halal dan haram. Mungkinkah berfikir melakukan dosa akan terlintas dibenaknya para nabi?
Bagaimana mungkin nabi saw disucikan sedangkan dirinya adalah lambang kesucian itu sendiri?
Apa yang perlu disucikan pada diri nabi saw, sedang beliau saw selalu melihat zat Allah SWT yang menjadi tumpuan hidupnya?
Kenapa sebagai seorang muslim yang mencintai diri Rasulullah saw beranggapan bila diri Rasulullah saw teralami pendosaan?
Rasulullah saw adalah hamba yang telah menjadi nabi sebelum dilahirkan maupun sesudah dilantik menjadi rasul dan yang dalam detak kehidupannya telah mengetahui halal dan haram walaupun beliau saw masih dalam susuan sang ibu tercinta. Beliau saw adalah hamba yang dalam setiap makanan dan minumannya tiada pernah tercemari suatu dosa. Jadi Rasulullah saw adalah hamba yang telah suci walaupun tanpa perlu proses pensucian bahkan tanpa pengampunan suatu dosa. Karna perbuatan dan akalnya adalah wahyu, yang tak mungkin tercemari dosa.
Dalam cerita yang beredar hingga waktu sekarang ini selalu didengungkan masalah pensucian diri Rasulullah saw, dengan cerita pembelahan dada diri Rasulullah saw. Ironisnya cerita ini dinyatakan sebagai pembersihan diri Rasulullah saw dari dosa yang beliau saw lakukan, seolah hal itu mencerminkan keutamaan dan kemuliaanRasulullah saw. Tanpa terasa seolah tercermin bila Rasulullah saw pernah melakukan perbuatan dosa, sehingga Rasulullah saw perlu untuk disucikan dari suatu dosa, sebelum beliau saw menemui zat suci Allah azza wa`ala.
Entah dosa apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?
Kapan beliau saw pernah berfikir untuk melakukan hal yang merugikan beliau saw(dosa)?
Mungkinkah Rasulullah saw yang sejak terlahir kedunia yang bersaksi ke-Esa-an Allah SWT dan yang tiap hembusan nafas serta detak jantungnya selalu mengalunkan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir serta yang tiap detik hidupnya dijaga oleh Allah SWT bisa untuk melakukan suatu dosa yang terkecil sekalipun?
Mungkinkah seorang hamba yang keridoannya dijadikan pelepas rindu dan kerelaan sang pencipta bisa untuk melakukan dosa?
Bila sang nabi berani berbuat dosa, bagaimana dengan umatnya yang sangat jelas akan lebih banyak untuk cenderung melakukan dosa dibanding para nabi yang sangat jelas pula, bagi sang nabi adalah hamba yang terpilih diantara hamba-Nya yang dilimpahkan padanya pengetahuan yang gaib dan yang halal dan haram. Mungkinkah berfikir melakukan dosa akan terlintas dibenaknya para nabi?
Bagaimana mungkin nabi saw disucikan sedangkan dirinya adalah lambang kesucian itu sendiri?
Apa yang perlu disucikan pada diri nabi saw, sedang beliau saw selalu melihat zat Allah SWT yang menjadi tumpuan hidupnya?
Kenapa sebagai seorang muslim yang mencintai diri Rasulullah saw beranggapan bila diri Rasulullah saw teralami pendosaan?
Rasulullah saw adalah hamba yang telah menjadi nabi sebelum dilahirkan maupun sesudah dilantik menjadi rasul dan yang dalam detak kehidupannya telah mengetahui halal dan haram walaupun beliau saw masih dalam susuan sang ibu tercinta. Beliau saw adalah hamba yang dalam setiap makanan dan minumannya tiada pernah tercemari suatu dosa. Jadi Rasulullah saw adalah hamba yang telah suci walaupun tanpa perlu proses pensucian bahkan tanpa pengampunan suatu dosa. Karna perbuatan dan akalnya adalah wahyu, yang tak mungkin tercemari dosa.
Langganan:
Postingan (Atom)