Setiap insan berakal pasti suka dengan pengalaman ruhani, dan itu mereka dapatkan dengan menjalani wilayah pengendalian diri, pembersihan jiwa dari nafsu tercela, penapakan dalam wilayah tasauf, suifistik, spiritualis, irfani dan berbagai nama lainnya yang bertujuan untuk mencapai suatu derajat ruhani yang suci atau tinggi maqam(kedudukan)nya.
Bagi pelaksana hal tersebut, mereka pasti akan merasakan suatu tahapan yang sama, yakni: berhasilnya akal seseorang mengenali dirinya sehingga seolah bagaikan bercermin. Dalam pahaman dunia kebatinan, hal ini dikenal dengan "Ragasukma".
Sukma, yakni: pengenalan akal terhadap diri seseorang yang berbentuk non materi, sehingga ia mampu menembus waktu(memendekkan atau memanjangkan waktu) dan ruang(jarak, lebar maupun jauh tidak mempengaruhinya).
Sukma akan terlihat sebagaimana bentuk seseorang, sama. Sukma mampu berinteraksi dengan sukma yang lainnya walau tingkat kemampuannya berbeda.
Sukma dibagi menjadi 2, sukma yang telah dikenali dan sukma yang belum dikenali. Bagi sukma yang belum dikenali maka akal seseorang tidak mampu menyimpan(mengingat) suatu hal yang telah dilakukan sukmanya. Berbeda dengan sukma yang dikenali, ia mampu mengingat suatu hal yang telah dilakukan sukmanya terhadap sekitarnya.
Dalam tingkatan sukma, ini mampu mengontrol sukma yang tingkat kekuatan atau kemampuannya dibawahnya, seperti, ketika antar sukma saling berinteraksi atau berbicara, maka yang lebih kuat bisa memaksa sukma yang dibawahnya untuk mengatakan seluruh yang ada didalam fikirannya, sedangkan sukma yang dibawah kekuatannya tidak mampu untuk melakukan hal yang sama, sehingga seseorang akan terlihat mampu mengetahui isi hati atau fikiran, walau sebenarnya dikarenakan kemampuan sukmanya memaksa atau berbincang dengan sukma dibawahnya. Atau bahkan sukma tersebut mampu meminta atau memaksa sukma seseorang untuk meninggalkan jasadnya, sehingga bila tidak diijinkan kembali kejasadnya dalam waktu tertentu, maka akan mengalami kematian fungsi tubuh materi, karena sudah dikubur.
Repotnya, bagi seseorang yang telah mampu mengenalkan akalnya terhadap dirinya, ia akan berhubungan dengan dunia yang tingkatannya dibawah alam ruh, dan akan lebih sering berhubungan dengan dunia jin, berbagai pengalaman yang tidak mampu dijangkau akal dan sangat indah serta memukau akalnya dan berusaha memabukkannya didalam keasyikan untuk bersukma ria, sehingga dirinya akan dihantarkan pada suatu tingkat keyakinan yang khayali ataupun hakiki.
Pengalaman sukmanya akan mencetaknya menjadi manusia yang berkeyakinan terhadap dirinya, sehingga segala yang dipahaminya merupakan yang terbenar, dan hal ini terbukti dengan apa yang dikatakan olehnya terbukti dan terbentuk didalam kenyataan, baik dalam waktu sekejab maupun waktu tertentu terhadap kata yang terwujud dalam bentuk materi atau kejadian dari kata lidahnya.
Sabdajadi, sabdodadi, sabdapanditaratu atau terjadinya setiap yang diucapkan. Akan memberi peluang baginya untuk terlantik menjadi seorang Nabi atau Rasul...dan ini ditandai dengan bisikan kenabian atau pelantikan kenabian bahwa dirinya telah dinobatkan menjadi nabi maupun rasul...dengan sabdajadinya, ia meyakinkan senjata ampuh untuk membuktikan bahwa dirinya adalah benar sebagai nabi dan rasul kelanjutan setelah Nabi Muhammad saw.
Seorang filosof, ahli filsafat memiliki kemungkinan kecil untuk mampu menyabdakan diri sebagai nabi atau rasul, karena kemampuannya hanya memuaskan akal seseorang terhadap kebenaran yang mampu dikenali akal dalam taraf materi, sedangkan ahli batin atau ruhani, mereka mampu untuk memuaskan akal dan ruh seseorang dengan tingkat kemampuan ruh atau sukmanya. Namun ada satu hal yang tidak mampu dibuktikan oleh sukma para ahli sukma.....
Mu`jizat....suatu kekuatan yang jauh diatas kekuatan alam dan ruh, dan ini hanya diberikan kepada Nabi dan Rasul-Nya. Yakni kekuatan yang diberikan untuk mengatur seluruh isi alam, baik langit, bumi, kubur, alam jin, alam ruh maupun alam akhirat. Kekuatan yang tidak diperoleh dari usaha peningkatan diri maupun penyucian ruh...kekuatan ini ada pada seorang nabi atau rasul dengan adanya dirinya atau keberadaan dirinya.
Selama seseorang tidak mampu membuktikan mu`jizatnya dari tuhan, maka dirinya tidak layak untuk menyabdakan diri sebagai nabi atau rasul, apalagi sebagai perombak tatanan dunia yang telah kelam menjadi tanpa noda dan penuh berkah serta damai....
Yang menjadi permasalahan, mampu tidak untuk membedakan mana itu mu`jizat dan hasil keahlian atau hasil dari daya/kemampuan sukma....?......hehehehe...... sulit jeeee...bisakah menjadi ....PR...pikiran relatif....
Senin, 23 Februari 2009
Langganan:
Postingan (Atom)